Selasa 09 Jul 2024 19:00 WIB

Potret Perjuangan Masyarakat Pesisir di Pulau Pari

Masyarakat Pulau Pari menghadapi dua ancaman besar.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Suasana di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Ahad (7/7/2024.
Foto: Lintar Satria
Suasana di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Ahad (7/7/2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan masyarakat di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, dinilai menjadi salah satu potret perjuangan masyarakat pesisir, masyarakat pulau kecil di Indonesia. Saat ini, masyarakat Pulau Pari menghadapi dua ancaman besar.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Nasional Zenzi Suhadi, ancaman pertama yang dialami masyarakat Pulau Pari adalah adanya rencana dari perusahaan untuk merampas Pulau Pari. Zenzi mengatakan masyarakat Pulau Pari sudah berjuang selama sepuluh tahun dan sampai saat ini masih berjuang untuk mempertahankan tempat lahir dan besar mereka.

Baca Juga

Perampasan pulau dilakukan suatu perusahaan yang mengeklaim kepemilikan pulau sebesar 90 persen. Perusahaan itu melakukan intimidasi selama kurun waktu 2016. Intimidasi yang dimaksud, antara lain, somasi kepada warga, larangan warga mendirikan/merenovasi rumah, memaksa warga menandatangani surat pernyataan, dan menyurati warga untuk bekerja sama.

Bahkan, tiga orang warga Pulau Pari, yaitu Mustaghfirin alias Bobi, Mastono alias Baok, Bahruddin alias Edo, mengalami kriminalisasi dan dipenjara akibat melawan perusahaan tersebut.

"Ancaman kedua yang sudah mereka rasakan adalah dampak dari perubahan iklim di mana setiap tahun luas Pulau Pari berkurang karena abrasi dan mereka mempertahankan dengan tidak henti-hentinya menanam mangrove," katanya.

Zenzi mengatakan ancaman-ancaman yang dihadapi masyarakat Pulau Pari disebabkan kepentingan ekonomi. Menurutnya, masyarakat Pulau Pari memberikan contoh yang sangat bagus dan berhasil dan seharusnya diapresiasi pemerintah. Sebab mereka berhasil membangun perekonomian Pulau Pari.

"Sekarang sudah mulai sejahtera dengan mereka membangun pariwisata yang dibangun oleh masyarakat," kata Zenzi.

Menurut Zenzi, seharusnya Menteri ATR/BPN, Menteri Pariwisata, Menteri Investasi, Menteri Perikanan dan Kelautan dan termasuk Presiden mengunjungi Pulau Pari.

"Supaya mereka tahu bahwasanya ketika tanah, pantai, itu diserahkan kepada rakyat, rakyat itu bisa membangun kesejahteraan, negara tidak perlu repot memberikan uang, kalau rakyat diberi kesempatan kalau ekonominya dibangun," katanya.

Pada Ahad (8/7/2024), Walhi dan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa menandatangani kerja sama perlindungan, pemulihan dan pelestarian pesisir serta pulau kecil di seluruh wilayah Indonesia. Penandatanganan ini ditandai dengan menanam 1.000 mangrove di Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta.

"Kami membangun kerja sama dengan Dompet Dhuafa karena kami melihat Dompet Dhuafa salah satu organisasi yang melihat berhasil membangun kepedulian publik terlibat dalam aksi kemanusiaan bencana, kami ingin mempertemukan antara gerakan penyelamatan lingkungan, dengan gerakan kemanusiaan yang selama ini dibangun Dompet Dhuafa untuk melawan kesesatan pikir negara dalam menempatkan lingkungan," kata Zenzi.

Zenzi mengatakan kerja sama dengan Dompet Dhuafa untuk menyelamatkan pesisir utara Jawa. "Dimana seluruh umat berkesempatan untuk menyelamatkan Pulau Jawa dan mempunyai pohon mangrove di Pulau Jawa, dan kami mulai dengan menanam mangrove di Pulau Pari," kata Zenzi. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement