REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON---Saka Tatal, salah satu terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang kini telah bebas, telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut. Sidang PK pun akan segera digelar.
Hal itu terungkap dari terbitnya surat panggilan sidang PK Nomor 1/Akta.Pid.PK/2024/PN.Cbn lo Nomor : /Pid.Sus-Anak/2016/Pn.Cbn, dari Mahkamah Agung RI. Surat tersebut diterima oleh kuasa hukum Saka Tatal, Farhat Abas.
Dalam surat itu disebutkan, sidang PK akan digelar di Pengadilan Negeri Cirebon, Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo Nomor 18, Kota Cirebon, pada Rabu, 24 Juli 2024 pukul 10.00 WIB. Salah satu kuasa hukum Saka Tatal, Farhat Abas, menyatakan, akan menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang pertama PK Saka Tatal tersebut. Dia juga mengajak masyarakat untuk hadir.
‘’Kami mengajak seluruh masyarakat Cirebon dan pencari keadilan untuk datang mendukung upaya Saka Tatal,’’ ujar Farhat, kemarin.
Farhat mengungkapkan, melalui langkah PK, pihaknya berupaya untuk memulihkan kembali nama baik Saka Tatal. Begitu juga dengan harkat dan martabatnya, serta melepaskan Saka Tatal dari segala tuntutan dan hukuman.
Tak hanya itu, Farhat juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menangguhkan penahanan semua terpidana, yang divonis seumur hidup dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky. ‘’Kami menuntut dan meminta kepada Presiden RI untuk menangguhkan penahanan para terpidana yang dihukum seumur hidup semua, untuk dapat mengajukan PK pasca dikabulkannya praperadilan Pegi,’’ kata Farhat.
Seperti diketahui, dalam kasus pembunuhan Vina, ada tujuh terpidana yang divonis seumur hidup dan satu terpidana divonis delapan tahun. Sejak vonis itu dijatuhkan oleh hakim PN Cirebon pada 2017, ketujuh terpidana hingga kini masih mendekam di penjara.
Farhat menilai, peradilan terhadap para terpidana merupakan peradilan dengan pertimbangan sistim cepat saji. Yakni, menyajikan dan mengejar pengakuan-pengakuan tersangka yang diintimidasi dan banyaknya saksi yang merasa diarahkan oleh Rudiyana.
‘’Dan sudah saatnya salah menghukum ini diberi sanksi berat buat aparat penyidik, JPU maupun hakim, dihukum dan diberi sanksi berat, diawali dengan dikabulkannya PK orang-orang lemah ini,’’ kata Farhat.