Rabu 31 Jul 2024 08:20 WIB

Sandera Hamas Dibawakan Pizza, Tahanan Israel Dipukuli Hingga Meninggal

Muncul kesaksian soal perlakuan manusiawi terhadap tawanan di Gaza.

Yocheved Lifshitz (85 tahun) yang disandera di Gaza setelah dibebaskan oleh militan Hamas, di Rumah Sakit Ichilov di Tel Aviv, Israel, Selasa, 24 Oktober 2023.
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Yocheved Lifshitz (85 tahun) yang disandera di Gaza setelah dibebaskan oleh militan Hamas, di Rumah Sakit Ichilov di Tel Aviv, Israel, Selasa, 24 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Di tengah laporan soal penganiayaan brutal tentara Israel terhadap tahanan dari Gaza, muncul juga kesaksian dari tawanan pejuang Palestina. Yang mereka gambarkan soal masa saat disandera di Gaza berbanding terbalik dengan kekejaman Israel.

Hal ini dituturkan mantan tawanan di Gaza Liat Atzili kepada surat kabar Israel Haaretz. Dalam penjelasannya, Atzili mengatakan bahwa rumah warga sipil tempat dia ditahan tidak memiliki kendali atas penahanan atau pembebasan mereka. Warga Amerika-Israel yang itu mengatakan kepada Haaretz bahwa dia diperlakukan secara manusiawi – yang sangat kontras dengan perlakuan terhadap tahanan Palestina oleh otoritas Israel.

Baca Juga

Liat Atzili dibebaskan pada 29 November, saat gencatan senjata satu pekan antara Hamas dan pemerintah Israel. Dia menghabiskan total 54 hari di Gaza di mana dia dilaporkan ditahan di sebuah apartemen di kota Khan Younis, di selatan Jalur Gaza. 

Menurut Haaretz, Atzili ditangkap sekitar pukul 11.00 ​​​​pagi pada 7 Oktober, ketika “dua pria bersenjata berseragam menyerbu masuk ke kamar yang tidak terkunci” tempat dia menginap. Ketika wartawan bertanya apakah para penculiknya “menakutkan”, dia menjawab: “Tidak terlalu.” 

“Mereka punya senjata tapi mereka tidak mengancam saya. Mereka mengatakan kepada saya, 'Kamu tidak perlu takut, kami tidak akan menyakitimu, ikutlah dengan kami.' Mereka memberi saya waktu untuk berpakaian dan mengatur diri, tetapi saya tidak mampu melakukan itu karena saya shock ,” lanjutnya, menurut Haaretz.

Atzili mengatakan bahwa para pria tersebut tidak menyentuhnya dan berbicara kepadanya dalam bahasa Inggris, mengatakan “sepanjang waktu” untuk tidak perlu khawatir.  “Mereka nampaknya sangat mengkhawatirkan saya dan ingin saya makan dan minum. Mereka berkata, ‘Kami akan melindungimu, kamu aman di sini, tidak terjadi apa-apa padamu.’ Mereka membiarkan saya mandi, berganti pakaian. Mereka mencuci pakaian saya,” kata Atzili.

photo
Anak-anak berteriak dan menangis saat antre untuk mendapatkan makanan di kamp Khan Younis, Jalur Gaza Selatan, Sabtu (15/6/2024). - (EPA-EFE/HAITHAM IMAD)

Meskipun Israel memberlakukan blokade penuh terhadap Gaza mulai 9 Oktober, yang menyebabkan kelaparan yang meluas di seluruh penduduk Palestina di Jalur Gaza, para tawanan Israel tidak dibiarkan kelaparan.  Sebaliknya, Atzili yang menjalani diet vegetarian mendapat perlakuan khusus.

“Mereka terkejut karena saya seorang vegetarian. ’Jadi, apa yang kamu makan?’ mereka bertanya. Sudah kubilang pada mereka aku sangat suka pizza. Jadi salah satu dari mereka naik sepeda dan membawa pizza dari Crispy Pizza di Khan Yunis,” ujarnya.

Menurut mantan tawanan Israel, mereka mendapat buah dan sayur ketika diminta. “Kami tidak menderita kelaparan. Mereka berusaha memastikan bahwa kami mempunyai cukup makanan,” katanya. Atzili dilaporkan dipindahkan ke sebuah apartemen tempat dia tinggal bersama tawanan lainnya, Ilana Gritzewsky yang berusia 30 tahun, yang juga dibebaskan pada 30 November, sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan. 

“Ilana dan saya tetap bersama mereka selama periode tersebut. Mereka berusia sekitar 30 tahun. Mereka tidak bersenjata atau berseragam. Kami tinggal di apartemen itu selama sekitar 10 hari dan kemudian dipindahkan ke apartemen lain. Dan itu saja,” kata Atzili.

Menurut wanita tersebut, penjaganya adalah seorang guru dan pengacara. “Keduanya sudah menikah dan masing-masing punya anak. Istri salah satu dari mereka suatu hari datang ke apartemen bersama bayi mereka yang baru lahir,” katanya.

Ketika ditanya apakah mereka berafiliasi dengan Hamas, dia berkata: “Saya bisa memahami sedikit tentang posisi Hamas dalam kehidupan mereka. Mereka berbicara banyak tentang kemiskinan di Jalur Gaza, tentang betapa sulitnya untuk meninggalkannya.”

Atzili mengatakan, mereka sempat ngobrol panjang lebar dengan pengawalnya. “Mereka ingin kami melihat mereka sebagai manusia, dan kami ingin mereka melihat kami sebagai manusia. Dengan sangat cepat percakapan dimulai tentang keluarga, tentang kehidupan kami, dan itu berhasil,” jelasnya.

Wanita tersebut juga mengatakan bahwa ketakutan awal bahwa mereka mungkin akan diserang secara seksual dengan cepat hilang. “Awalnya kami sangat khawatir akan terjadi sesuatu, kami akan diserang secara seksual. Tapi setelahnya kami paham bahwa tidak apa-apa, mereka tetap dalam batas,” katanya.

Ketika ditanya tentang momen pembebasan mereka, dia berkata: “Sebelum dia (penjaga) meninggalkan kami, dia berkata, ‘Semoga berhasil, semoga Tuhan memberkati Anda.’ Kami berterima kasih padanya dan saling menepuk bahu."

Kekejaman brutal terhadap tahanan Palestina... baca halaman selanjutnya

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement