REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan sopir dan operator Mikrotrans melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Selasa (30/7/2024). Terdapat tiga tuntutan utama dalam aksi itu, yaitu mengenai batas usia angkutan, kuota pengadaan Mikrotrans, dan perhitungan rupiah per kilometer.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan dan Humas Transjakarta Tjahyadi mengatakan, pihaknya selalu menerapkan sistem keadilan kepada seluruh operator dalam mengeluarkan kebijakan. Menurut dia, Transjakarta telah memenuhi seluruh prosedur dan aturan yang berlaku.
"Penentuan harga rupiah per kilometer mengikuti komponen pembentuk harga yang sesuai dengan ketentuan," kata dia melalui keterangan tertulis, Rabu (31/7/2024).
Ia menjelaskan, pembiayaan penyelenggaraan sistem transportasi publik di Jakarta yang dilaksanakan Transjakarta bersumber dari dana PSO (public service obligation). Dana itu dialokasikan dalam bentuk layanan transportasi yang nyaman dan aksesibel.
“Jadi, subsidi bukan untuk Transjakarta ataupun operator, tetapi untuk melayani masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya," ujar Tjahyadi.
Menurut dia, pembukaan rute baru maupun penambahan layanan terhadap mobilitas unit dilakukan melalui kajian yang sistematis dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Apabila di luar kebutuhan, hal itu akan menjadi pemborosan anggaran.
Langkah itu disebut merupakan bagian penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG). Pihaknya juga menerapkan prinsip kelengkapan, validitas data, hingga administrasi sebagai pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi. Oleh karenanya, setiap penyimpangan ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
Menurut Tjahyadi, Transjakarta juga menerapkan merit sistem kepada operator meliputi aspek quality, cost, delivery. Kompetisi antaroperator didorong agar bisa memberikan layanan yang berkualitas, harga yang bersaing, dan penyediaan armada tepat waktu.
"Masing-masing operator harus siap bersaing secara mandiri, termasuk dalam menawarkan harga," kata dia.