REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya penggunaan gagdet atau gawai pada anak-anak membuat mereka lebih berisiko terkena kondisi mata kering. Karena mata kering tak selalu bergejala, pasien anak kadang lebih sulit menyampaikan apa yang dirasanya ketimbang pasien dewasa.
Dokter Mata Kering dan Lensa Kontak, JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr Niluh Archi SR, SpM, menjelaskan dry eye merupakan penyakit atau kelainan pada permukaan mata. Penyakit ini yang ditandai dengan hilangnya keseimbangan komponen air mata, adanya ketidakstabilan air mata, peningkatan kekentalan atau
osmolaritas, dan kerusakan atau peradangan pada permukaan mata.
Gejala yang dirasakan penderita mata kering umumnya dimulai dengan mata yang tidak nyaman. Seperti mengganjal, sering merah, berair, terasa kering, sensasi berpasir, muncul kotoran, terasa lengket, serta kerap mengucek mata.
“Di sini kepekaan orang tua sangatlah krusial. Orang tua harus
tanggap dan kritis jika mendapati anak mulai menunjukkan gejala-gejala mata kering," katanya. Ia menganjurkan, orang tua segera membawa anak ke fasilitas kesehatan jika menunjukkan gejala mata kering.
Membatasi penggunaan gadget dan screen time serta mendorong anak banyak beraktivitas luar ruangan akan menghindari anak dari mata kering.
Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak di bawah 1 tahun dilarang menatap layar gawai. Untuk anak usia 1-3 tahun, screen time tidak boleh lebih dari 1 jam, dengan beberapa catatan. Khusus batita 1-2 tahun hanya boleh menatap layar yang berupa video chatting (untuk berkomunikasi).
Bagi anak usia 3-6 tahun (pra-sekolah), waktu screen time maksimal adalah satu jam per hari, dan semakin singkat semakin baik. Untuk anak usia 6-12 tahun (masa sekolah), screen time yang disarankan adalah maksimal 90 menit per hari. Untuk anak usia sekolah 12-18 tahun (sekolah menengah), waktu screen time tidak lebih dari 2 jam per hari.
Sayangnya, realita screen time anak masih jauh dari rekomendasi ideal tersebut. Sebagai gambaran, sebuah studi di Korea justru memperlihatkan bahwa 9,1 persen anak-anak berusia 9-12 tahun telah mengalami gangguan mata kering.
Penggunaan ponsel pintar menjadi faktor pemicu. Anak-anak yang mengalami mata kering ternyata menggunakan ponsel pintar rata-rata selama 3,18 jam per hari. Sejalan penelitian itu, studi lain di Prancis juga mendapati anak berusia 7 hingga 19 tahun menghabiskan lebih dari 3 jam per hari untuk menatap layar.
Catatan JEC, di dua cabangnya (RS Mata JEC Kedoya dan JEC Menteng), selama 2022 terjadi lonjakan pasien dry eye sebesar 62 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara jumlah, dalam kurun empat tahun terakhir (2019-2022), JEC telah menangani lebih dari empat ribu pasien gangguan mata kering.
“Jika tidak segera ditangani, kondisi dry eye kronis dapat mengakibatkan peradangan atau infeksi pada konjungtiva,
peradangan pada kornea, ulkus kornea atau luka terbuka pada kornea," kata dokter Manda. Meski mata kering tidak menyebabkan penglihatan minus, namun mata kering bisa mengakibatkan pandangan kabur.