Jumat 09 Aug 2024 03:21 WIB

Dekarbonisasi Picu Industri Ramah Lingkungan dan Berdaya Saing Tinggi

Dekarbonisasi dilakukan dengan membuat peta jalan dan regulasi di sektor industri.

Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha.
Foto: Republika.co.id
Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan energi fosil untuk menghasilkan panas di proses industri dan pembangkitan listrik menjadi penyebab peningkatan emisi gas rumah kaca. Pada 2022, emisi sektor industri mencapai lebih 400 juta ton setara karbondioksida, yang berasal dari penggunaan energi, proses produksi dan penggunaan feedstock, serta limbah.

Agar emisi di sektor industri dapat turun signifikan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong aksi dekarbonisasi melalui perancangan peta jalan industri hijau untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2050. Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Apit Pria Nugraha menjelaskan, NZE mendorong industri lebih ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi. 

Apit menjelaskan, keberadaan peta jalan dekarbonisasi industri di Indonesia dapat memberikan panduan arah dan kebijakan penurunan emisi di sektor industri, yang perlu diimplementasikan. Caranya dengan fokus pada peningkatan daya saing sosial yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.

"Saat ini kami tengah mempersiapkan langkah strategis sebagai pendukung dekarbonisasi di sektor industri," kata Apit dalam lokakarya 'Kajian Peta Jalan Dekarbonisasi Sektor Industri di Indonesia' yang diadakan Kemenperin dan Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta, Kamis (8/8/2024).

Menurut Apit, langkah dekarbonisasi dengan cara membuat peta jalan dan regulasi di sektor industri dan subsektor prioritas. Selain itu, peta jalan perdagangan karbon untuk sektor industri, tata laksana nilai ekonomi karbon, regulasi penggunaan CCS/CCUS, serta sistem informasi perdagangan karbon sektor industri dibuat terintegrasi dengan sistem registri nasional (SRN).

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyampaikan, kajian lembaganya telah merumuskan lima pilar dekarbonisasi yang dapat menjadi dasar pembuatan peta jalan industri hijau. Pertama; efisiensi sumber daya atau material, kedua; efisiensi energi, dan ketiga; pemanfaatan bahan bakar, bahan baku dan sumber energi rendah karbon.

Kemudian, keempat; elektrifikasi proses industri, dan kelima; penggunaan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) bagi proses industri yang emisinya sulit dihilangkan (hard to abate sector). Menurut Fabby, tren transisi energi yang mendorong penurunan emisi di sektor industri telah memicu kompetisi industri global untuk berproduksi dengan jejak karbon rendah.

"Dan lebih ramah lingkungan. Penetapan dan perancangan strategi dekarbonisasi industri dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik investasi di sektor industri dan manufaktur Indonesia jangka panjang," ujar Fabby.

Dia menekankan penciptaan industri NZE 2050 akan memberikan manfaat internal dan eksternal bagi sektor industri. Menurut dia, manfaat internal adalah penghematan biaya produksi, potensi dari penghematan biaya pajak karbon, penghematan biaya pengembalian dampak lingkungan, serta membuka peluang target pasar baru dan menaikkan daya saing produk.

"Terutama melihat masa depan pasar yang cenderung memilih produk yang berkelanjutan dan rendah karbon. Sementara secara eksternal, industri hijau akan membuka peluang pekerjaan hijau, menaikkan kualitas lingkungan dan keberagaman hayati, dan menurunkan kebutuhan subsidi kesehatan," ujar Fabby.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement