REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 dapat lebih tinggi lagi, yakni sebesar 5,4 persen.
Menurutnya, angka tersebut merupakan angka yang moderat dan mampu menjadi modal Indonesia untuk mengembalikan angka pertumbuhan yang tinggi seperti di masa lalu.
“Pada pembahasan dengan Banggar DPR nanti, saya berharap pemerintah setuju target pertumbuhan tahun depan minimal 5,4 persen. Sebab itu angka moderat, dan menjadi modal kita tahap setahap mengembalikan angka pertumbuhan tinggi seperti masa lalu, kita pernah tumbuh 6-7 persen, seperti yang diharapkan Presiden (terpilih) Prabowo Subianto,” kata Said Abdullah usai menghadiri Sidang Paripurna DPR RI Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung MPR/DPR/DPD di Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Dalam penyampaian pidato Nota Keuangan untuk RAPBN 2025, Presiden RI Joko Widodo mengusulkan asumsi ekonomi makro; target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun 7,1 persen, nilai tukar rupiah Rp16.100 per dolar AS.
Selain itu, Pemerintah menargetkan harga minyak mentah Indonesia 82 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 600 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.005 juta barel setara minyak per hari.
Dalam tanggapannya, Said optimis terhadap sasaran ekonomi tersebut. Ia memproyeksikan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed akan menurunkan suku bunga, sehingga nilai tukar rupiah bisa dipatok lebih rendah.
“Saya berharap bauran kebijakan pembayaran valas juga bisa lebih beragam, sehingga ketergantungan terhadap dolar AS bisa kita kurangi. Dengan demikian kurs bisa lebih rendah di level Rp.15.900- 16 ribu per dolar AS,” ujarnya.
Demikian halnya dengan suku bunga SBN bisa didorong lebih rendah, sebab ia menilai Indonesia telah menghadapi beban bunga utang yang semakin tinggi, dan tertinggi di ASEAN. Menurutnya, secara ideal suku bunga SBN bisa di level 6,7 persen.
Lebih lanjut dari sisi kebijakan fiskal, Said menyampaikan bahwa Pemerintah hendaknya lebih fokus pada berbagai program yang lebih urgen di tengah kondisi fiskal yang terbatas. Beberapa agenda kebijakan strategis yang perlu di topang oleh kebijakan fiskal tahun depan.
Yang pertama, program kemandirian pangan. Sejak 2014 sampai 2023 jumlah kumulatif impor beras nasional mencapai 8,95 juta ton beras. Ia merinci kalau kita hitung, 2019-2023 nilai impor beras nasional mencapai 1,95 miliar dolar AS. Begitu juga dalam hal impor gula. Tahun lalu, impor gula mencapai 5,07 juta ton dengan nilai 2,88 miliar dolar AS.
Pada 2023 lalu...