Siapa sih yang tidak mengenal cokelat SilverQueen? Manisnya SilverQueen tak ada duanya. Mood yang tadinya jelek perlahan-lahan menjadi baik karena rasa manis pada cokelat yang satu ini.
Usut punya usut, katanya cokelat SilverQueen berasal dari Garut, lho! Kok bisa? Berikut sejarahnya agar kamu tidak penasaran lagi.
Baca Juga: Sejarah Panjang dan Perjalanan Sukses Indomie
Sejarah Cokelat SilverQueen
Cokelat SilverQueen
SilverQueen adalah salah satu cokelat yang banyak dijumpai di minimarket maupun supermarket. Siapa sangka, pabrik cokelat yang mendunia ini ada di Garut. Namanya pabrik NV Ceres yang dimiliki oleh orang Belanda, tapi kemudian berpindah tangan ke tangan pemuda asal Burma bernama Ming Chee Chuang.
Ming Chee Chuang adalah pemuda keturunan Tionghoa. Pada tahun 1950-an, ia mengganti nama NV Ceres menjadi PT Perusahaan Industri Ceres. Salah satu produknya kala itu adalah wafer merk Ritz.
Sayangnya, nama Ritz sudah terlebih dahulu diklaim oleh Nabisco Foods. Perusahaan Nabisco didirikan oleh orang Belanja juga, dan nama Ritz sudah dipakai sejak tahun 1949. Tidak tinggal diam, PT Perusahaan Industri Ceres berusaha memperjuangkan nama Ritz dan membuahkan hasil.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada tahun 1950-an, PT Ceres membuat inovasi baru dengan meluncurkan produk cokelat batangan yang diberi nama SilverQueen. Bahan yang digunakan pada cokelat ini berasal dari campuran cokelat. Tak heran kalau rasanya manis.
Namun, minimnya teknologi pada era tersebut membuat cokelat SilverQueen gampang patah. Ming Chee tidak kehabisan akal dan akhirnya mencampur adonan cokelat dengan kacang mede. Tekstur cokelat SilverQueen pun menjadi lebih kuat.
Selain SilverQueen, konon kabarnya PT Ceres juga memproduksi brand cokelat lain. Sebut saja Ritz, Delfi, Chunky Bar, Biskuit Selamat, Meses Ceres, Top, Wafer Briko, Bites, dan Rock’R Caramel. Cukup banyak juga, kan?
Baca Juga: Daftar Bidan Terdekat di Sekitaran Jakarta
Bahan Pembuat Cokelat SilverQueen
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat cokelat SilverQueen tentunya beragam. Jika dilihat dari komposisinya, cokelat SilverQueen terbuat dari setidaknya 14 bahan. Apa saja?
- Gula.
- Kacang mede.
- Massa kakao.
- Tepung terigu.
- Bubuk kakao.
- Susu bubuk.
- Lemak kakao.
- Beras kripsi.
- Minyak nabati.
- Pengemulsi (lesitin kedelai PGPR).
- Garam.
- Bubuk whey.
- Perisa vanili.
- Antioksidan BHT.
Semua bahan ini akan dicampurkan. Tentunya secara step by step sesuai dengan SOP yang ditetapkan oleh perusahaan. Maka tak heran apabila cita rasa cokelat tetap sama di mana pun kamu membelinya.
Perkembangan Cokelat SilverQueen
Belum lama setelah diproduksi, ternyata pemerintah mengeluarkan kebijakan kala itu. Kebijakan tersebut dinamakan Program Benteng yang ditujukan untuk membina para pengusaha pribumi di Indonesia, tapi yang non-Tionghoa. Program ini dicetuskan lantaran adanya tekanan politik karena pada saat itu masih ada beberapa orang Belanda yang tinggal di Indonesia.
Sederhananya, program ini untuk mensejahterakan pengusaha pribumi. Fasilitas yang didapatkan pengusaha pribumi dipastikan lebih baik daripada pengusaha asing. Bahkan dalam program ini menyatakan bahwa kepemilikan saham di suatu perusahaan harus 70% orang Indonesia asli.
Selaku keturunan Tionghoa, Ming Chee jelas tidak diuntungkan. Ia tidak mendapatkan fasilitas apapun, walaupun ia berstatus sebagai pengusaha. Meski begitu, PT Ceres yang dimilikinya tidak mengalami kemunduran.
Justru di tengah-tengah tekanan politik, PT Ceres berhasil melakukan ekspansi ke kota lain di Indonesia, yaitu Bandung. Mengingat banyaknya pesanan yang terjadi tahun 1955, Ming Chee akhirnya memindahkan pabrik PT Ceres yang dari Garut ke Bandung. Dari sinilah cokelat SilverQueen dan cokelat lainnya semakin dikenal oleh masyarakat.
Meskipun saat ini banyak kompetitor cokelat, nama SilverQueen tetap eksis. Cita rasanya juga tidak mengalami perubahan. Hanya saja mengalami inovasi dengan penambahan bahan lainnya untuk menciptakan variasi cokelat yang berbeda.
Warisan Cokelat SilverQueen
Umur manusia terus bertambah, begitu pula dengan Ming Chee. Akibat bertambahnya usia, akhirnya ia menyerahkan PT Ceres kepada generasi berikutnya. Ada anaknya, John Chuang yang menerima warisan tersebut.
John Chuang bersama saudaranya, Joseph, pada akhirnya mendirikan pabrik cokelat bernama Petra Foods di tahun 1984. Perusahaan ini mengalami perkembangan yang begitu pesat. Kantor pusatnya ada di Singapura.
Pada tahun 1987-1989, perusahaan milik Ming Chee semakin dikenal oleh masyarakat luas. Akhirnya, perusahaan pun berhasil membuat pengadaan bahan baku di Thailand. Dalam rentang tahun ini juga, perusahaan berhasil melakukan ekspansi di beberapa negara, seperti Filipina dan Jepang.
PT Perusahaan Industri Ceres pun menjadi satu kesatuan dengan Petra Foods. Keduanya sama-sama dikelola oleh John Chuang. Selaku CEO di perusahaan, ia juga membantu mengontrol keuangan.
Baca Juga: Ketahui Apa Saja Jenis-Jenis Layanan dan Alamat Kimia Farma Terdekat
Kompetitor Cokelat SilverQueen
Meski sudah lama, cokelat SilverQueen tetap menjadi primadona masyarakat di Indonesia. Selain karena rasanya, harga SilverQueen sendiri ramah di kantong. Harga cokelat SilverQueen dibanderol sekitar Rp12.000-an sampai Rp24.000-an.
Tentu, cokelat SilverQueen memiliki kompetitor di pasar. Ada Cadbury yang menjadi kompetitor terkuat, dilanjutkan dengan Toblerone, Lagie, Fortune, dan brand cokelat lainnya. Meski kompetitornya banyak, cokelat SilverQueen tidak kalah saing apalagi sejak munculnya inovasi baru.
Sebut saja SilverQueen matcha, salah satu cokelat batangan dengan rasa yang cukup unik. Aroma matcha sangat khas, tapi tidak pahit. Justru manis, makanya varian matcha dari SilverQueen cukup diminati.
Cokelat Sebagai Komoditas Ekspor Indonesia
Menilik ke tahun-tahun sebelumnya, cokelat sendiri memiliki perjalanan yang cukup panjang di Indonesia. Perkebunan cokelat alias kakao sudah ada di Indonesia sejak tahun 1880. Pada waktu ini, Indonesia masih dijajah oleh Hindia-Belanda.
Kako diperkenalkan oleh Bangsa Spanyol melalui Filipina. Spanyol membawa kakao ke negara kolonialnya, yaitu Filipina. Setelah itu, Filipina menyebarkan kakao hingga ke Indonesia, tepatnya di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.
Indonesia merupakan penghasil kakao nomor tiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Kakao yang merupakan bahan utama pembuatan cokelat menjadi komoditi ekspor di Indonesia. Ekspor kakao berhasil menambah penghasilan devisa negara.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Publikasi Statistik Kakao Indonesia dan Publikasi Outlook Kakao tahun 2020, berikut delapan daerah yang menghasilkan kakao terbesar di Indonesia. Apa saja?
-
Sulawesi Tengah
Posisi pertama diisi oleh Sulawesi Tengah. Daerah ini berhasil menghasilkan kakao sebanyak 128.154 ton. Hal ini menjadikan Sulawesi Tengah sebagai penyumbang produksi kakao terbesar di Indonesia.
Luas area perkebunan kakao yang ada di Sulawesi Tengah kurang lebih 280.000 hektar. Adapun daerah penghasil kakao di provinsi ini adalah Kabupaten Donggala, Banggai Kepulauan, Parigi Moutong, Poso, dan Sigi Biromaru.
-
Sulawesi Tenggara
Dilanjutkan ke Sulawesi Tenggara dengan total 115.023 ton kakao. Luas area pengolahan kakao mencapai 246.000 hektar. Kabupaten penghasil kakao di provinsi ini adalah Luwu.
-
Sulawesi Selatan
Posisi ketiga ada Sulawesi Selatan yang menghasilkan 113.366 ton kakao. Perkebunan kakao di wilayah ini mencapai 201.000 hektar, lho! Adapun kabupaten penghasil kakao di sini adalah Kolaka Utara, Konawe, Kolaka Timur, dan Muna Barat.
-
Sulawesi Barat
Kali ini di Sulawesi Barat dengan 71.374 ton kakao. Lahan perkebunan kakao di wilayah ini mencapai 144.381 hektar. Adapun kabupaten penghasil kakao di provinsi ini, antara lain Mamuju, Mamasa, Majene, Mamuju Utara, dan Polewali Mandar.
-
Lampung
Beralih ke Pulau Sumatera, ada Lampung yang mampu menghasilkan 58.868 ton kakao. Jumlah sebanyak ini dihasilkan dari lahan perkebunan seluas 58.868 hektar. Kabupaten Tanggamus menjadi daerah penghasil kakao di Provinsi Lampung.
-
Sumatera Barat
Selanjutnya adalah Sumatera Barat yang mampu memberikan kontribusi sebanyak 43.593 ton kakao. Luas lahan perkebunan di sini mencapai 79.288 hektar. Adapun daerah penghasil kakao di provinsi ini, di antaranya Kabupaten padang Pariaman, Limapuluh Kota, Dharmasraya, Pasaman, Tanah Datar, Agam, Pasaman Barat, Solok, Mentawai, Solok Selatan, Pesisir Selatan, dan Sijunjung.
-
Aceh
Ada Aceh yang menghasilkan 41.648 ton kakao di atas lahan perkebunan seluas 99.359 hektar. Setidaknya ada tujuh kabupaten tempat kakao dihasilkan. Ada Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Nagan Raya, Pidie, dan Bireuen.
-
Sumatera Utara
Terakhir adalah Sumatera Utara. Luas perkebunan kakao di sini mencapai 54.598 hektar dan mampu menghasilkan 35.775 ton kakao. Daerah penghasil kakao di Provinsi Sumatera Utara, antara lain Kabupaten Tapanuli Selatan, Nias Selatan, Mandailing Natal, Deli Serdang, Simalungun, dan Nias Utara.
Butuh Proses yang Panjang Agar Bisa Sukses
Kesuksesan PT Perusahaan Industri Ceres dan Petra Foods bukanlah perjalanan yang singkat, melainkan panjang. Tentu dengan skala industri yang kecil, hingga akhirnya menjadi besar. Maka dalam membangun usaha, tekad, kegigihan, dan keuletan sangat dibutuhkan untuk meraih sebuah kesuksesan.
Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan permulaan dari segalanya. Bagi yang menjalankan bisnis, tetap semangat walaupun banyak rintangan yang menghadang. Pasti bisa sukses!
Baca Juga: Mengenal AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) dan Fungsinya