Senin 26 Aug 2024 17:42 WIB

Rasulullah Sering Berdoa Terhindar dari Utang, Mengapa?

Doa terhindar dari utang sering dipanjatkan Nabi Muhammad SAW.

Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam membolehkan umat untuk berutang guna memenuhi kebutuhan. Namun, meminjam dana dari pihak atau orang lain bukanlah sebuah gaya hidup.

Di antara pelbagai doa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah sebagi berikut:

Baca Juga

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ

Allahumma inni a'uudzu bika min al-ma'tsami wa almaghram.

Artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat dosa dan lilitan utang.”

Suatu ketika, Nabi SAW ditanya mengenai doa dengan kalimat tersebut. “Wahai Rasulullah, mengapa engkau banyak meminta perlindungan kepada Allah dari perkara utang?” ujar seorang sahabat. Maka, beliau menjawab dengan tegas:

إنَّ الرَّجُلَ إذَا غَرِمَ، حَدَّثَ فَكَذَبَ، ووَعَدَ فأخْلَفَ

“Sungguh, seorang apabila sedang berutang ketika berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering mengingkarinya.”

Maka dari itu, disiplin dalam membayar utang dapat menghindarkan seseorang dari tabiat gemar berbohong.

Dengan memenuhi kewajiban yang ada, ia tidak hanya melegakan hatinya sendiri, melainkan juga orang lain, yakni yang memberikan pinjaman kepadanya.

Rasulullah SAW sudah mengingatkan umatnya. Ketika mereka berutang, segeralah lunasi kewajiban tersebut.

Jika seseorang sengaja melambatlambatkan pembayaran utang, sungguh ia telah melakukan dosa.

Barangsiapa yang mengambil harta manusia (berutang) dengan niat ingin melunasinya, maka Allah SWT akan (memudahkan) melunaskannya.

Dan barang siapa yang berutang dengan niat ingin merugikan seseorang (si pemberi utang), Allah SWT akan membinasakannya, sabda Nabi SAW.

Ada pula sebuah kisah ketika Rasul SAW sempat tidak mau menshalati jenazah seorang Mukmin yang gugur di medan jihad. Sebab, almarhum diketahui masih memiliki utang. Demikianlah isyarat tentang beratnya dosa melalaikan pembayaran utang.

Boleh jadi, seseorang yang sengaja mengabaikan pembayaran utang merasa untung. Sebab, ia seperti mendapatkan dana 'gratis' dengan jalan menolak tagihan terus-menerus. Namun, kelak dirinya termasuk golongan yang sangat merugi di Hari Pengadilan.

Di akhirat, orang yang berutang akan diambil pahala-pahala kebaikan yang telah dilakukannya di dunia.

Ganjaran kebajikan itu lalu diberikan kepada orang yang dahulu memberikannya utang. Jika pahala-pahalanya habis, maka keburukan-keburukan dari orang yang berpiutang dilimpahkan kepada orang yang berutang.  

sumber : Hikmah Alquran oleh KH Amir Faishal.
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement