Rabu 28 Aug 2024 16:26 WIB

Sri Mulyani: Mendesain APBN Jangan Terlalu Kaku 

Saat ini indeks dolar AS sudah mulai melemah dengan pergerakan di level 100.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menyampaikan agar pendesainan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak terlampau kaku. (ilustrasi)
Foto: Tangkapan layar Instagram
Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menyampaikan agar pendesainan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak terlampau kaku. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani menyampaikan agar pendesainan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak terlampau kaku. Hal itu mengingat cepatnya pergerakan sentimen-sentimen global yang memengaruhi kondisi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia. 

Pernyataan Sri Mulyani disampaikan dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (28/8/2024) siang. Dalam momen itu, dia menjelaskan tentang pergerakan mata uang rupiah yang mulanya terdepresiasi amat dalam pada nyaris sepanjang semester I/ 2024, namun kini menguat bahkan terapresiasi dalam satu bulan terakhir. 

Baca Juga

“Instrumen keuangan yang mengalami gejolak pada semester I tahun ini sudah mulai stabil semenjak akhir Juli dan Agustus, ini diakibatkan karena diantaranya di AS terlihat tekanan dari inflasi mulai mereda dan bahkan tanda-tanda unemployement meningkat. Ini mengkhawatirkan akan terjadinya resesi di AS, sehingga sinyal penurunan suku bunga sudah mulai ditunjukkan dan ini langsung meredakan gejolak instrumen keuangan secara global,” kata Sri Mulyani, Rabu (28/8/2024). 

Sri Mulyani menyebut, saat ini indeks dolar AS sudah mulai melemah dengan pergerakan di level 100. Itu menunjukkan bahwa mata uang-mata uang lain sudah mengalami apresiasi, atau koreksi terhadap depresiasi sepanjang akhir 2023 hingga awal 2024.

Untuk rupiah sendiri, Sri Mulyani memaparkan, pada Agustus 2024, secara month to date (mtd), nilai tukar rupiah mengalami apresiasi hingga 5 persen. Meskipun tercatat rupiah masih terdepresiasi 0,5 persen secara year to date (ytd). 

Rupiah sempat mengalami depresiasi yang dalam secara year to date sekitar 5-6 persen. Kondisi depresiasi rupiah itu sempat disampaikan oleh Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu, yang tertuang di Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF).

“Ini yang menggambarkam dinamika global perlu kita waspadai. Perubahan bisa sangat tinggi, jadi saya juga mengharapkan untuk DPR, pemerintah juga, untuk mendesain APBN jangan terlalu kaku karena dunia itu bergerak luar biasa, dunia berubah hanya dalam hitungan minggu,” kata Sri Mulyani. 

Sri Mulyani menekankan agar dalam merespons kondisi itu, tidak hanya perlu fleksibilitas, namun juga akuntabilitas. Dia lantas mengibaratkan kondisi itu bak ruangan yang pintu dan jendelanya terkunci, namun dibutuhkan adanya ventilasi. 

“Ibaratnya kalau punya ruangan semua pintu jendela kita kunci pada saat terjadi pergerakan maka akan ada tekanan yang besar yang bisa tidak sustainable, makanya dalam desain APBN harus ada ventilator-ventilator yang kita creat dan disetujui DPR untuk tujuan menciptakan fiskal yang cukup fleksibel namun tetap accountable dan konsisten dalam medium long term,” jelasnya. 

Medium long term tersebut yakni menjaga momentum pertumbuhan penciptaan kesempatan kerja dan indikator-indikator pembangunan. Namun juga manuver dalam jangka pendek harus tetap disediakan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement