Rabu 04 Sep 2024 07:16 WIB

Bali Disebut Overtourism, Sandiaga: Tunggu Arahan Jokowi

Overtourism ini penyebabnya bukan karena jumlah wisatawan yang meningkat.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno.
Foto: Republika/Alfian Choir
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Udayana Nyoman Sunarta mengatakan wisatawan mancanegara yang datang ke Bali sudah mencapai 50,17 persen atau 3,5 juta perjalanan dari target tujuh juta wisatawan pada 2024. Sehingga strategi yang dilakukan pascapandemi membuahkan hasil. Kendati demikian ada beberapa hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki agar pariwisata Bali ke depan lebih inklusif dan berkelanjutan.

“Yang terjadi saat ini Bali is not in control seperti masalah OSS yang menjadi review terkait bagaimana kita mengatur pembangunan di Bali. Kemudian dampaknya ada over development, over tourism," ujar Nyoman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Baca Juga

Nyoman memahami overtourism ini penyebabnya bukan disebabkan oleh jumlah wisatawan yang meningkat melainkan tata kelola destinasi pariwisata yang kurang baik. Bali, lanjut Nyoman, memerlukan tata kelola dan standar pariwisata yang mengatur jumlah wisatawan per hari hingga dampaknya terhadap lingkungan dan sosial.

"Jadi harus berani kita punya seperti itu," ucap Nyoman.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan kendala dan masukan yang diterima sudah menjadi catatan penting dan akan disampaikan dalam Ratas (Rapat Terbatas) bersama Presiden Joko Widodo. Sandiaga menyampaikan ratas nantinya akan membahas persoalan mengenai moratorium alih fungsi lahan dan moratorium pembangunan fasilitas akomodasi di Bali Selatan, hingga kebijakan OSS. Tentunya persoalan tersebut akan dibahas dengan kementerian/lembaga yang beririsan.

“Ratas itu akan diberikan arahan oleh Bapak Presiden yang nanti akan diimplementasikan bersama dengan Kementerian terkait," ujar Sandiaga.

Sandiaga mengatakan 2024 menjadi tahun transisi yang mana dokumen perencanaan jangka menengah dan jangka panjang nasional dan sektoral disusun.

"Salah satunya penyusunan Rencana Strategis (Renstra) pariwisata yang menjadi acuan dalam pembangunan kepariwisataan dan ekonomi kreatif lima tahun ke depan," ucap Sandiaga.

Kemudian, lanjut Sandiaga, penyelesaian undang-undang pariwisata, terutama yang berkaitan dengan aspek keberlanjutan juga pengelolaan desa wisata dan bagaimana kita membuka peluang usaha bagi UMKM, khususnya di desa-desa wisata di Indonesia. Sandiaga mengatakan, masukan atau usulan terkait arah kebijakan pembangunan industri pariwisata yang diharapkan oleh para pelaku usaha pariwisata terutama dari GIPI Bali sangat diperlukan. Sandiaga menyebut 50 persen devisa negara berasal dari sektor pariwisata Bali dan ekosistem pariwisata Bali telah menjadi acuan dari pariwisata dunia.

"Ini (Renstra Pariwisata dan RUU Kepariwisataan) adalah perubahan yang cukup fundamental di dalam kepariwisataan kita, sehingga perlu kehati-hatian dan tidak terburu-buru karena masukan dari para pelaku pariwisata di seluruh wilayah nusantara ini sangat penting," sambung Sandiaga.

Sandiaga menyampaikan pelaku usaha parekraf Bali memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan pandangan dan usulan mengenai hambatan atau kendala yang sedang dialami Bali saat ini dari mulai hulu ke hilir. Beberapa di antaranya terkait persoalan digitalisasi, carrying capacity, usulan membangun Badan Pengelolaan Pariwisata, tata kelola destinasi pariwisata, alih fungsi lahan, hingga pengembangan wisata kesehatan yang dapat memberikan dampak terhadap peningkatan length of stay.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement