Rabu 04 Sep 2024 14:35 WIB

Menurut Imam an-Nawawi Adzan Bukan Sekedar Penanda Waktu Sholat 

Pada awal pensyariatannya, adzan hanya digunakan sebagai penanda waktu sholat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Azan (ilustrasi)
Foto: hifatlobrain.net
Azan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pada awal pensyariatannya, adzan hanya digunakan sebagai penanda masuknya waktu sholat. Karena ketika itu pemberitahuan waktu sholat hanya dilakukan secara alami tanpa cara khusus. Siapapun yang mengetahui waktu sholat telah masuk, maka akan memberitahukannya kepada satu orang ke orang lainnya. 

Kemudian, Abdullah bin Zaid mengisahkan mimpinya kepada Rasulullah SAW tentang ada seseorang yang mengajarinya lafadz adzan.

Baca Juga

Pertanyaannya, bolehkan lafadz adzan tersebut dipakai atau dikumandangkan dalam berbagai keadaan selain sebagai penanda masuknya waktu sholat fardhu?

Imam an-Nawawi mengatakan pendapat sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Haitami, salah seorang ulama syafi'i menyebutkan: Ada kalanya adzan disunahkan selain untuk penanda masuknya waktu sholat, peperti adzan di telinga anak yang baru lahir, adzan ketika keadaaan gundah gulana, orang yang terkena gangguna jin, saat marah, adzan saat menghadapi perilaku buruk dari manusia maupun hewan, ketika berkecamuk perang, ketika terjadi kebakaran, ketika menurunkan jenazah ke liang lahat dengan dalil kiyas terhadap anak yang baru lahir . . .

Pendapat ulama madzhab Syafi’i ini berdasarkan beberapa hadis berikut ini.

Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari bapaknya, dia berkata: Saya melihat Rasulullah SAW mengumandangkan adzan di telinga Al-Hasan ketika baru dilahirkan oleh Fathimah (HR Imam At- Tirmidzi) Imam at-Tirmidzi mengatakan hadis tersebut adalah hadis shahih.

Rasulullah SAW bersabda: Siapa saja yang mendapatkan kelahiran anak, kemudian mengumandangkan adzan di telinganya sebelah kanan, kemudian mengumandangkan iqamah di telinga kiri, maka dia tidak akan diganggu oleh Ummu Shibyan (salah satu jenis Jin yang mengganggu anak bayi)

Selanjutnya dari madzhab Hanbali. Mereka berpendapat, adzan hanya dikumandangkan untuk penanda waktu sholat, dan di telinga bayi yang baru lahir, tidak lebih dari itu. 

Sedangkan madzhab Hanafiyah, memiliki pendapat yang relatif sama seperti madzhab Syafi’i, dikutip dari buku Adzan, Hanya Sebagai Penanda Waktu Shalat? yang ditulis Ahmad Hilmi Lc dipublikasikan Rumah Fiqih Publishing, 2019.

Madzhab Maliki juga membolehkan mengamalkan adzan-adzan tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh madzahab Syafi’i, dan lain-lain. Hanya saja Imam Malik menganggap semua itu sebagai perbuatan bid’ah.

Adzan-adzan tersebut bersifat khusus dan untuk keadaan khusus, dan tentu dalam pelaksanaannya tidak sama persis dengan pelaksanaan adzan sebagai penanda masuknya sholat. Sebagai contoh, adzan di telinga anak yang baru lahir tidak perlu dikumandangkan dengan keras, apalagi menggunakan pengeras suara. Ini bisa membuat bingung banyak orang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement