REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di 41 daerah hanya memiliki satu pasangan calon (paslon) atau calon tunggal. Artinya, para paslon itu akan melawan kotak kosong pada Pilkada 2024.
Komisioner KPU August Mellaz mengatakan, jumlah daerah dengan calon tunggal itu telah mengalami penurunan setelah dibuka masa perpanjangan pendaftaran pada 2-4 September 2024. Sebelumnya, ada 43 daerah yang memiliki calon tunggal dalam batas waktu tahapan masa pendaftaran normal pada 29 Agustus 2024.
"Kalau pilkada dengan pasangan calon tunggal itu kan sesuatu yang diniscayakan, tetapi bahwa kebijakan kita juga berusaha untuk memperkecil kan. Nah tapi faktanya memang sampai dengan tanggal 4 September tahun 2024 pukul 23.59, peta daerahnya ya memang baru ada penambahan dua daerah, di Pohuwato dan di Sitaro ya," kata dia di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2024).
Dia menjelaskan, KPU tetap akan melanjutkan tahapan Pilkada 2024 sesuai jadwal meski di 41 daerah yang memiliki calon tunggal. Tahapan selanjutnya yang dimaksud seperti verifikasi administrasi dan pemeriksaan kesehatan kepada bakal paslon.
Apabila memenuhi syarat, kata dia, bakal paslon di 41 daerah itu akan ditetapkan sebagai pasangan calon pada 22 September 2024, untuk melawan kotak kosong. Berdasarkan informasi resmi dari KPU, daerah yang memiliki satu bakal paslon per Kamis (5/9/2024) berjumlah 41 daerah, yang terdiri satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Artinya, di 41 daerah itu, para paslon yang maju akan melawan kotak kosong di Pilkada 2024.
Mellaz mengatakan, pihaknya juga telah menerapakan sejumlah skenario yang akan dilakukan apabila nantinya kotak kosong menang di Pilkada 2024. Salah satu opsi yang diajukan KPU adalah melakukan pilkada pada 2025, alih-alih menunggu pilkada serentak pada 2029.
Menurut dia, opsi itu telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. KPU juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II DPR.
"Tanggal 10 (September) nanti akan dijadwalkan rapat dengar pendapat untuk membahas terkait dengan bagaimana kalau daerah-daerah tersebut kemudian kotak kosongnya yang menang. Nah, itu nanti akan dibicarakan opsi-opsi kebijakannya," kata dia.
Mellaz menjelaskan, berdasarkan regulasi yang ada, daerah yang dimenangkan olek kotak kosong seharusnya akan dipimpin oleh penjabat (pj) kepala daerah hingga pilkada serentak berikutnya. Sementara pilkada serentak berikutnya baru akan dilakukan pada 2029.
Di sisi lain, pj memiliki keterbatasan dalam membuat kebijakan. Ketika pj itu harus memimpin daerah selama lima tahun, dikhawatirkan pembangunan di daerah tersebut tidak berjalan maksimal.
"Makanya opsi itu yang kemudian muncul jadi diskursus dominan kan, wacana dominan (pilkada) di tahun 2025," kata Mellaz.
Menurut dia, KPU juga telah memperhitungkan waktu untuk melaksanakan pilkada apabila mesti dilakukan pada 2025. Ia menilai, setidaknya dibutuhkan waktu persiapan selama sembilan bulan untuk melaksanakan pilkada. Artinya, ketika harus dilakukan pada 2025, pilkada kemungkinan baru bisa dilaksanakan pada akhir tahun.
"Itu opsi ya, tapi nanti tetap bergantungan dari rapat dengar pendapat kami, dengan penyelenggara pemilu dengan Komisi II (DPR) dan pemerintah," ujar Mellaz.
Ia mengakui, opsi pelaksanaan pilkada pada 2025 itu akan membawa konsekuensi pada masa jabatan kepala daerah. Pasalnya, pilkada serentak selanjutnya akan tetap diadakan pada 2029.
"Nah nanti itu bagian yang kita bicarakan juga. Yang jelas kan gini posisi masa jabatan dari seorang kepala pemerintahan itu kan sudah definitif lima tahun, semenjak kapan, itu kan sudah jelas. Nanti akan membawa konsekuensi seperti apa kan, akan dibicarakan," kata Mellaz.