Sabtu 07 Sep 2024 20:38 WIB

Imaduddin tak Hadiri Debat Soal Nasab Baalawi yang Digelar Rabithah Alawiyah

Forum yang digelar soal Nasab Baalawi dilakukan secara ilmiah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Teguh Firmansyah
Logo Rabithah Alawiyah
Foto: Dok Antara
Logo Rabithah Alawiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penulis asal Banten yang tengah menjadi sorotan, Imaduddin Utsman tidak menghadiri acara Debat "Membedah Tulisan yang Membatalkan Nasab Ba'alawi" yang digelar Rabithah Alawiyah di Jakarta, Sabtu (7/9/2024). Kendati demikian, diskusi tetap digelar dengan menghadirkan perwakilan dari Rabithah Alawiyah dan beberapa tim peneliti. 

Sebagai moderator, Alumnus Al Azhar Mesir Mabda Dzikara mengatakan, sejatinya acara ini merupakan diskusi dua arah. "Hanya saja sampai pada waktu ini jam 9.37 pagi, salah satu narasumber itu belum kemudian bisa konfirmasi kehadiran. Itu dari tim peneliti KH Imaduddin Utsman," ujar Mabda.

Baca Juga

Berdasarkan pantauan Republika.co.id melalui tayangan streaming Nabawi TV, hingga pukul 19.00 WIB Imaduddin beserta tim ahlinya juga belum tampak dalam forum diskusi itu. Pemaparan hanya dilakukan oleh tim peneliti dari Rabithah Alawiyah. 

Dalam diskusi itu tampak hadir Ketua Maktab Daimi Syaikhon bin Abdulqadir Assegaf. Hadir juga perwakilan Rabithah Alawiyah, Muhammad bin Husein Al-Habsyi dan Ahmad bin Muhammad Al-Attos. Sedangkan tim peneliti yang hadir ads Muhammad Hanif Alatas, Rumail Abbas, Idrus Al Masyhur, Maimun Nafis, Muhaimin Bahirudin, M Fuad A Wafi, dan Muhammad Assegaf. 

Mabda Dzikara menjelaskan, diskusi ini sebenarnya merupakan diskusi dua arah antara kelompok penggugat dari Kiai Imaduddib Utsman dan kelompok yang tergugat Rabithah Alawiyah. Dia pun menegaskan bahwa sebagai moderator dirinya netral. 

Mabda Dzikara juga merupakan lulusan UIN Syarif Hidatullah Jakarta yang kini menjadi dosen di Institut Ilmu Al-Quran Jakarta (IIQ). Di kampus ini pula Kiai Imaduddin menempuh pendidikan pasca sarjananya. 

"Mudah-mudahan ini menjadikan para hadirin sekalian menganggap bahwa moderator ini insya Allah netral," ucap Mabda. 

Untuk memulai diskusi, dia pun mempersilahkan perwakilan Pengurus DPP Rabithah Alawiyah, Muhammad bin Husein Al-Habsyi untuk menyampaikan pemaparannya. Menurut dia, acara diskusi ini perlu diadakan karena membahas tentang nasab, yang saat ini telah menjadi pembahasan yang disampaikan secara liar, baik di tabligh akbar ataupun di medsos. 

"Maka kami merasa perlu untuk mendudukkan pihak-pihak terkait. Jadi agar bukan satu arah semuanya," kata Husein Al-Habsyi. 

Dalam acara ini, dia berharap kedua belah pihak bisa duduk bersama. Karena, menurut dia, metode seperti ini juga termasuk salah satu metode da'wah yang dianjurkan pula dalam Alquran.

"Dan kami telah menempuh cara ini. Kami mengadakan forum diskusi dengan cara-cara yang baik, dengan cara-cara yang elegan dan telah kami sampaikan tata caranya secara umum bahkan kami share di Medsos," jelas Husein Al-Habsyi. 

Bahkan, tambah dia, sebelum acara juga telah disampaikan bahwa acara ini merupakan diskusi ilmiah. Sehingga, sebelum dipersilahkan moderator tidak boleh memotong penjelasan orang lain. 

"Nggak boleh ada saling potong ucapan, kemudian ada hal-hal yang lain yang menyeleweng dari ranah-ranah ilmiah, nggak ada sama sekali. Memang betul-betul niat kami adalah mendudukkan pihak-pihak, jadi sekalian sekarang dipertemukan. Kadang-kadang kalau ketemu itu cuma di dunia maya, itu beda," kata Husein Al-Habsyi. 

Seandainya tim dari Kiai Imaduddin hadir ke diskusi tersebut, kata dia, pihaknya pun akan memperlakukannya dengan akhlak yang sama seperti tim tergugat.

"Seandainya tim penggugat itu mau hadir ke sini, maka dia betul-betul akan menyaksikan bahwa kami akan memperlakukan dengan akhlak yang sama kepada tim penggugat maupun kepada tim peneliti," jelas dia. 

"Artinya, ini betul-betul forum dan ranah ilmiah gak ada tendensi macem-macem atau akan dikerjain dan lain sebagainya," ucap Husein Al-Habsyi.

Pengakuan Imaduddin

Sebelumnya, pengasuh dan pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kiai Imaduddin Utsman al Bantani berpendapatan habib di Indonesia ini bukan cucu nabi. Secara ilmu nasab berdasar kitab kitab nasab abad 5-9 hijriah, para habib itu tidak tercatat sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

"Leluhur habib baru mengaku sebagai keturunan nabi pada abad 9 hijriah melalui kitab yang leluhur habib ini karang, nama kitabnya al burqotul musiqoh," ujarnya kepada Republika.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement