REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ada yang menarik dari pengakuan Ibunda almarhumah Aulia Risma Lestari (ARL), Nuzmatun Malinah, terkait perundungan yang dialami anaknya.
Salah satu perundungan itu yakni bagaimana dokter ARN pernah dihukum berdiri selama satu jam oleh seniornya dalam kondisi kaki yang bengkak efek kecelakaan motor.
Nuzmatun mengaku sudah mengadukan persoalan tersebut ke ketua Prodi Anestesia Undip. Tapi jawaban yang ada justru mengejutkan.
"Dijawab oleh ketua prodi, 'Saya dulu (berdiri selama) lima jam'. Bayangkan anak saya itu kakinya bengkak disuruh berdiri satu jam," ujar Nuzmatun saat memberikan keterangan pers, Rabu (18/9/2024) malam.
Nuzmatun mengaku sudah beberapa kali melaporkan situasi putrinya tersebut ke ketua Prodi Anestesia Undip, tapi perubahan yang diharapkan tak pernah terjadi.
Situasi yang sama tetap berlangsung hingga ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang, pada 12 Agustus 2024.
"Harusnya anak saya itu ada, masuk sekolah, cari ilmu. Tapi apa yang dia dapat? Tidak hanya anak saya, tapi suami saya juga. Jadi tolong bantu saya, tolong bantu saya mencari keadilan," kata Nuzmatun diiringi tangis.
Ayah ARL, yakni Moh Fakhruri, meninggal dunia dua pekan setelah kematian ARL. Sejak ARL meninggal, kondisi kesehatan Fakhruri drop. Dia sempat dirawat di RSUD Kardinah Tegal kemudian dirujuk ke RSCM Jakarta. Fakhruri mengembuskan napas terakhirnya pada 27 Agustus 2024.
Dalam konferensi pers pada Rabu malam, Nuzmatun juga sempat menceritakan dugaan pemalakan yang dialami ARL. Dia mengungkapkan, ARL memang diharuskan membayar iuran untuk kas angkatan.
Iuran yang dihimpun itu digunakan untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan para mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip. "Ada datanya, sudah kami serahkan pada Polda (Jateng). Jadi itu berupa rekening koran mengalirnya dana," ujar Nuzmatun.
Nuzmatun enggan mengungkap berapa biaya yang dikeluarkannya untuk membayar iuran tersebut. Namun pembayaran iuran dilakukan setiap bulan. "Kalau yang besar itu di semester satu. Tapi di semester berikutnya juga masih ada, tidak hanya semester satu," ucapnya.
Menurut Nuzmatun, pada Agustus lalu, ARL, yang sudah menjalani semester lima, masih membayar iuran. Namun jumlahnya sudah jauh lebih kecil dibandingkan ketika semester satu.
Sementara itu kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, uang yang sudah dikeluarkan keluarga ARL untuk membayar iuran angkatan mencapai Rp225 juta. "Tapi kita tidak tahu penggunaannya. Ke mana saja (dananya), itu masih diperiksa oleh pihak kepolisian melalui rekening koran," ujar Misyal.
Keluarga ARL sudah melaporkan kasus dugaan perundungan yang dialami dokter berusia 30 tahun tersebut ke Polda Jateng pada 4 September lalu. Pihak yang dilaporkan adalah beberapa mahasiswa senior PPDS Anestesia Undip.
Pemeriksaan saksi
Penyidik Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah meminta sedikitnya keterangan 34 orang saksi dalam penyelidikan kasus dugaan perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.