REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Greenpeace Indonesia menggelar pameran seni untuk mengajak masyarakat memikirkan kembali makna kesejahteraan yang tidak hanya bergantung pada numerasi pertumbuhan ekonomi. Greenpeace Indonesia mengatakan pertumbuhan ekonomi 5 persen yang selalu digaungkan pemerintah nyatanya tidak membawa kesejahteraan yang menyeluruh di Indonesia.
Greenpeace Indonesia mengatakan ambisi mendorong pertumbuhan ekonomi selama ini hanya mementingkan aktivitas ekonomi material. Menurut Greenpeace Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan “mitos” kesejahteraan yang selama ini dilembagakan.
PDB tidak memperhitungkan distribusi pendapatan, kualitas hidup, kebahagiaan, dan faktor-faktor sosial lainnya yang penting untuk kesejahteraan manusia. Data Bank Dunia menunjukkan 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 77 persen kekayaan nasional.
Sementara, pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen yang selama ini digaungkan pemerintah juga tidak mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Terbukti dari menurunnya proporsi kelas menengah, maraknya pemutusan hubungan kerja, serta mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan.
“Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi akan membawa kita kepada kerusakan ekologis permanen, yang pada akhirnya justru tidak akan mensejahterakan masyarakat," kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, dalam siaran pers Greenpeace, akhir pekan ini.
Leonard mengatakan sudah saatnya PDB tidak lagi menjadi indikator utama kesejahteraan. Ia mengatakan pendekatan pembangunan yang holistik, inklusif, adil dan berkelanjutan perlu menjadi panduan ke depan.
Greenpeace mengkritik praktik eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang mengutamakan PDB sebagai indikator kesuksesan ekonomi terbukti tidak cukup untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan.
Maka, melalui pameran instalasi seni bertajuk “We Are the Hidden Gem Generation, Hidden by GDP“, Greenpeace bekerjasama dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) berupaya untuk membuka kesadaran publik mengenai keterbatasan PDB sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan ekonomi.
Pameran ini merupakan bagian dari agenda Climate Week dan UN Summit of the Future yang berlangsung pada 20-22 September 2024 di Pos Bloc, Jakarta. Karya dalam pameran ini menyoroti pentingnya kesejahteraan manusia, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan yang sering terabaikan dalam paradigma pembangunan yang berfokus pada Produk Domestik Bruto.
Dalam kolaborasi dengan seniman-seniman muda dari Institut Kesenian Jakarta, Greenpeace menampilkan delapan karya seni yang mewakili delapan indikator kesejahteraan yang perlu diperhatikan oleh setiap negara untuk mewujudkan kemajuan yang lebih berimbang dan inklusif.
Sekretaris Program Studi Seni Murni, Institut Kesenian Jakarta, Walid Syarthowi Basmalah menyampaikan kolaborasi ini menjadi ajang untuk menggabungkan antara seni dan aktivisme dalam menyampaikan pesan-pesan penting mengenai pembangunan berkelanjutan.
“Karya seni ini bukan hanya menampilkan visual semata, tetapi bagaimana gagasan-gagasan yang muncul atas isu sosial menjadi representasi dari tiap karya yang ada, serta bagaimana kita memandang pesan-pesan tersebut secara menyeluruh. Pameran ini juga merupakan bentuk dukungan nyata dan pengaplikasian dari mata kuliah Aktivisme Seni,” kata Walid.