Senin 23 Sep 2024 08:40 WIB

Era Tulip Dalam Sejarah Ottoman, Seperti Apa?

Masa pemerintahan Sultan Ahmed III dikenang sebagai Era Tulip dalam sejarah Ottoman.

ILUSTRASI Era Tulip dalam sejarah Turki Utsmaniyah atau Ottoman.
Foto: dok epa sedat suna
ILUSTRASI Era Tulip dalam sejarah Turki Utsmaniyah atau Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan Turki Ahmet Refik (1881-1937) menamakan periode kepemimpinan Sultan Ahmed III sebagai Era Tulip dalam histori Kekhalifahan Turki Utsmaniyah atau Ottoman. Ahmed III mendelegasikan kekuasaan eksekutifnya pada perdana menteri (wazir), yakni Ibrahim Pasha. Sang wazir inilah yang merancang berbagai kebijakan politik dalam dan luar negeri Ottoman selama 13 tahun.

Di satu sisi, penamaan tulip ini untuk mengenang, betapa para elite Turki pada masa Ahmed III itu sangat menggemari bunga nan cantik tersebut. Berbagai fasilitas publik di Konstantinopel (kini Istanbul) turut diperindah dengan taman-taman bunga tulip.

Baca Juga

Di sisi lain, penanda tulip juga merepresentasikan kecondongan Turki pada hal-hal yang berbau Eropa. Dalam periode belasan tahun itu, Utsmaniyah cenderung berada dalam kedamaian—terutama pasca-Perjanjian Passarowitz pada 21 Juli 1718 yang mengakhiri perang antara Turki dan koalisi Venesia- Habsburg.

Kahraman Sakul dalam Encyclopedia of the Ottoman Empire (2008) menjelaskan, Sultan Ahmed III membangun banyak fasilitas publik yang meniru tata ruang kota-kota di Eropa Barat—terutama Prancis. Terinspirasi dari Istana Versailles di Prancis, ia pun mendirikan berbagai kolam air mancur, taman bunga, taman bermain, istana, paviliun, dan ruang terbuka hijau di Konstantinopel.

Khusus pembangunan istana dan taman-taman kota, rancangannya didatangkan langsung dari negeri tersebut oleh duta besar Turki untuk Paris, Yirmisekiz Çelebizade Mehmed Efendi. Sebelumnya, Sultan Ahmed III sendiri telah menugaskan Efendi untuk memantau dan melaporkan perkembangan seni dan budaya di Prancis kepadanya.

Ada lebih dari 120 istana yang dibangun pada era pemerintahan Ahmed III. Pada sekeliling istana itu, terdapat taman bunga tulip yang indah dan terawat. Lebih lanjut, sang sultan bersama dengan grand vizier-nya, Ibrahim Pasha, mencoba mengikuti tradisi yang dikembangkan Raja Prancis Louis XIV, yakni menyelenggarakan festival tulip.

Menurut Sakul, Era Tulip tak bisa disamakan dengan westernisasi. Sebab, Sultan Ahmed III masih berkutat pada pengembangan khazanah budaya Islam. Ia sendiri piawai dalam menggubah syair dan menulis kaligrafi.

Putra Mehmed IV itu juga mendirikan lima perpustakaan untuk memajukan peradaban Islam, termasuk perpustakaan besar di Istana Topkapi. Sebagai pemimpin yang cinta ilmu pengetahuan, ia melarang ekspor manuskrip-manuskrip langka serta mendorong kegiatan penerjemahan teks-teks kuno bahasa Arab dan Persia.

Intinya, sang sultan hanya berupaya mengambil pelbagai produk kemajuan Barat untuk kemudian diterapkan di negerinya sendiri tanpa harus kehilangan identitas peradaban Islam.

Kecenderungan yang sama juga dilakukan sang perdana menteri, Ibrahim Pasha. Bersama dengan istrinya, ia membuka sebuah madrasah yang mengajarkan bahasa Persia dan tasawuf. Dua bidang itu cukup lama diabaikan dalam sistem pendidikan para sultan sebelum Ahmed III. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement