Senin 23 Sep 2024 20:23 WIB

Kemenkeu Pastikan Kebijakan Cukai MBDK tak akan Ganggu Industri Mamin

Kebijakan cukai MBDK diarahkan untuk mendorong perubahan perilaku ke yang lebih sehat

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi Minuman Kemasan Manis
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Minuman Kemasan Manis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memastikan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) nantinya tak akan mengganggu industri makanan dan minuman.

“Desainnya kami siapkan dengan Komisi XI DPR. Tapi, kami terus pastikan agar desainnya tak mendisrupsi industri makanan dan minuman,” kata Febrio saat konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2024 di Jakarta, Senin (23/9/2024).

Baca Juga

Febrio menyebut kebijakan nantinya diarahkan untuk mendorong perubahan perilaku di level produsen dan konsumen, sehingga disinsentif ini bisa memperbaiki pola konsumsi masyarakat ke arah yang lebih sehat.

“Kami akan lihat pola konsumsi gula oleh masyarakat, yang diharapkan bisa menurunkan prevalensi penyakit diabetes, obesitas, dan penyakit tidak menular lainnya,” tutur dia.

Penjelasan Febrio itu merespons usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR soal tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun 2025 sebesar 2,5 persen.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan, Selasa (10/9), Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi.

BAKN mendorong pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Di samping itu, juga untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).

“BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada tahun 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Wahyu.

Selain cukai MBDK, BAKN juga mendorong pemerintah untuk menaikkan CHT jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal 5 persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.

Hal itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement