REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatatkan pertumbuhan asset dalam tiga tahun terakhir mencapai 48 persen sejak 2020 hingga Desember 2023. Pada kuartal II tahun 2024, BSI mencatatkan aset sebesar Rp 360,85 triliun menjadikannya berada di posisi ke 6 di Indonesia.
BSI juga bisa menjaga performa rasio keuangan DPK, pembiayaan, efisiensi beban biaya serta optimalisasi dana murah. Pertumbuhan ini didukung dengan peningkatan fee based income melalui berbagai e-channel BSI.
Selama kurun waktu tiga tahun sejak 2021-2023, kinerja asset juga ditopang dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dengan pertumbuhan 11,86 persen. Kelolaan DPK BSI terus mengalami kenaikan hingga pada Juni 2024 mencapai Rp 296,70 triliun, naik 17,50 persen.
Tak hanya itu, kinerja Tabungan naik 16,09 persen ke level Rp 128,78 triliun di mana sekitar 39 persen atau Rp 49,96 triliun merupakan tabungan Wadiah di mana perusahaan tidak memberikan bagi hasil sehingga dapat menjaga level cost of fund. Likuiditas BSI bertumbuh juga seiring pertambahan nasabah telah mencapai 20,46 juta.
Sebagai informasi, posisi akhir 2020 lalu aset BSI sebesar Rp239 triliun. Lalu pada akhir 2023, aset BSI tumbuh menjadi sebesar Rp 353 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa BSI mampu berkembang secara pesat guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan perseroan berkomitmen untuk terus memberi manfaat berkelanjutan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, melalui kinerja bisnis dan keuangan yang tetap terjaga, sehat dan sustain. Pertumbuhan aset yang solid ini menjadi bukti bahwa BSI sebagai bank syariah mampu bersaing dan unggul di tengah dinamika industri yang semakin kompetitif.
"Selain aset, berbagai indikator utama seperti DPK, laba bersih, dan rasio CASA BSI juga tumbuh secara positif dan berkelanjutan,” kata Hery dalam keterangan, Ahad (29/9/2024).
Keberhasilan BSI menjaga dan meningkatkan kinerja solid, sehat dan berkelanjutan ini adalah dengan menjaga performa rasio keuangan DPK, Pembiayaan, effisien beban biaya serta optimalisasi dana murah. Didukung dengan peningkatan fee based income melalui berbagai e-channel BSI.
BSI berhasil menjaga kinerja keuangan dan bisnis secara sehat dan berkualitas sepanjang kuartal II tahun 2024, di tengah makroekonomi cukup menantang yang ditandai dengan naiknya suku bunga acuan seperti BI Rate yang naik ke level 6,25 persen pada awal kuartal II 2024 untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Capaian kinerja tersebut antara lain hasil dari konsistensi manajemen menerapkan strategi bisnis perusahaan untuk fokus tumbuh sustain pada segmen ritel, konsumer dan UMKM baik dari sisi dana maupun pembiayaan. Saat ini komposisi dana murah mencapai 62,05 persen, sementara komposisi pembiayaan 71,73 persen berada di segmen ritel dan konsumer termasuk UMKM. Pada sisi lain baik dari sisi overhead cost maupun kualitas kredit terjaga dengan baik.
Lebih jauh, Hery mengatakan di tengah likuiditas yang ketat menyusul kenaikan suku bunga acuan, BSI masih dapat menumbuhkan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp296,70 triliun, naik 17,50 persen. Ditambah lagi, kinerja Tabungan naik 16,09 persen ke level Rp128,78 triliun di mana sekitar 39 persen atau Rp49,96 triliun merupakan tabungan Wadiah di mana perusahaan tidak memberikan bagi hasil sehingga dapat menjaga level cost of fund.
Likuiditas BSI bertumbuh juga seiring pertambahan nasabah yang per posisi Juni 2024 telah mencapai 20,46 juta. Solidnya likuiditas menopang kinerja pembiayaan BSI yang juga tumbuh di atas rerata industri perbankan nasional dengan kualitas yang terjaga. Per Juni 2024, pembiayaan BSI mencapai Rp257,39 triliun, tumbuh 15,99 persen yoy dengan NPF yang turun ke level 1,99 persen (gross) jauh membaik dibanding Juni 2023 sebesar 2,31 persen.