Senin 07 Oct 2024 08:31 WIB

Suara Halusinasi pada Penderita Skizofrenia, dari Mana Asalnya?

Sekitar 40 persen penderita skizofrenia mendengar suara-suara yang tidak nyata.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Penderita skizofrenia (ilustrasi). Sebuah studi mengungkapkan sekitar 40 persen pasien skizofrenia mendengar suara-suara yang tidak nyata, sebuah gejala yang dikenal sebagai halusinasi auditori.
Foto: Freepik
Penderita skizofrenia (ilustrasi). Sebuah studi mengungkapkan sekitar 40 persen pasien skizofrenia mendengar suara-suara yang tidak nyata, sebuah gejala yang dikenal sebagai halusinasi auditori.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi mengungkapkan sekitar 40 persen pasien skizofrenia mendengar suara-suara yang tidak nyata, sebuah gejala yang dikenal sebagai halusinasi auditori. Studi yang dilakukan peneliti dari China dan Amerika ini juga mengungkap alasan mengapa banyak di antara pasien skizofrenia mendengar suara tidak nyata tersebut.

Para peneliti menyimpulkan bahwa halusinasi pendengaran dapat disebabkan oleh kombinasi dari dua gangguan yang berbeda pada kemampuan otak untuk memproses dan memprediksi informasi sensorik. Temuan yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Biology menunjukkan bahwa halusinasi ini muncul dari interaksi yang kompleks antara sistem motorik dan sensorik di otak, dan bukan sekadar hasil dari imajinasi yang terlalu aktif atau pemrosesan sensorik yang salah.

Baca Juga

Penelitian ini berfokus pada dua kelompok pasien skizofrenia yakni mereka yang mengalami halusinasi verbal auditori (AVH) dan mereka yang tidak. Dengan membandingkan kedua kelompok tersebut dengan individu sehat, para peneliti mampu menunjukkan perbedaan spesifik dalam fungsi otak yang mungkin berkontribusi pada pengalaman mendengar suara hantu.

Seperti dilansir Study Finds, Senin (7/10/2024), dua mekanisme kunci yang diidentifikasi dalam studi ini adalah corollary discharge (CD) dan eferen copy (EC). CD berfungsi menghambat respons sensorik terhadap tindakan yang dilakukan sendiri, seperti berbicara. Sedangkan EC meningkatkan respons sensorik terhadap tindakan yang dilakukan.

Para peneliti berhipotesis bahwa pada orang dengan halusinasi pendengaran, ditemukan bahwa fungsi CD rusak sehingga otak tidak bisa membedakan antara suara dari dalam diri dan suara eksternal. Sementara itu, EC yang terganggu menyebabkan respons otak menjadi tidak tepat.

Melalu serangkaian eksperimen menggunakan electroencephalography (EEG), otak pada pasien dengan halusinasi tidak mampu menekan respons sensorik selama persiapan berbicara dan malah memberikan respons berlebih terhadap suara-suara yang berbeda dari yang mereka ucapkan. Penelitian ini tidak hanya menambah pemahaman para ilmuwan tentang halusinasi pendengaran, tetapi juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan interaksi antara sistem motorik dan sensorik dalam kesehatan mental. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang sering kita anggap sebagai fenomena sensorik murni mungkin berakar pada perencanaan motorik otak dan mekanisme prediksi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement