Sabtu 12 Oct 2024 12:10 WIB

NTB Sedang Peralihan Muslim, Suhu Mencapai 37 Derajat Celsius

Penyebab suhu panas ini adalah karena pemanasan tinggi yang mendukung penguapan.

Wisatawan beraktivitas di Pantai Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Selasa (29/11/2022). Gili Trawangan yang merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Lombok tersebut ramai dikunjungi oleh wisatawan. Republika/Abdan Syakura
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Wisatawan beraktivitas di Pantai Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Selasa (29/11/2022). Gili Trawangan yang merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Lombok tersebut ramai dikunjungi oleh wisatawan. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan suhu udara di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berada pada 23 derajat hingga 37 derajat celsius pada malam hingga siang hari.

"Suhu di wilayah NTB pada peralihan musim 2024 ini mencapai 37 derajat," kata Prakirawan BMKG Nusa Tenggara Barat Juliani Intan Sari di Mataram, Sabtu (12/10/2024).

Baca Juga

Ia mengatakan selain dampak musim kemarau, penyebab dari suhu panas ini adalah karena pemanasan tinggi yang mendukung penguapan yang tinggi juga hingga banyak membentuk awan.

"Selanjutnya, tutupan awan yang banyak ini menahan suhu udara yang hangat tadi di sekitar permukaan," katanya.

Karenanya, suhunya terasa lebih hangat dan bertahan dalam waktu yang lama. Hal sebaliknya terjadi saat udara terasa dingin beberapa waktu lalu, dimana tutupan awan nya sedikit, sehingga tidak ada yang menahan suhu hangat di sekitar permukaan.

"Suhu udara di NTB pada umumnya itu mulai 22 derajat hingga 33 derajat," katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendeteksi fenomena badai kuat Matahari melanda wilayah Indonesia selama tiga hari ke depan sehingga semua pihak diminta mewaspadai dampak yang menyertainya.

Ketua Tim Bidang Geofisika Potensial BMKG Syrojudin di Jakarta mengatakan bahwa badai kuat Matahari tersebut berada pada indeks ekstrem (G4) yang akan berlangsung pada 11-13 Oktober 2024.

"Puncak badai mulai terjadi pada Jumat, 11 Oktober 2024," kata dia.

Sebagaimana diumumkan oleh lembaga oseanik dam atmosfer NOAA bahwa ledakan Matahari pada Senin (7/10/2024) lalu mengakibatkan badai magnet berat skala G4 di Bumi. Ledakan tersebut adalah letusan besar radiasi elektromagnetik dari matahari yang berlangsung selama beberapa menit - jam.

Hasil analisis tim geofisika BMKG menunjukkan selama tiga hari ke depan Indonesia akan merasakan dampak dari badai matahari seperti gangguan yang cukup signifikan pada jaringan internet, termasuk yang menggunakan sistem satelit seperti Starlink.

Syrojudin mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam berkegiatan atau transaksi menggunakan jaringan internet, komunikasi berbasis radio selama periode badai matahari tersebut.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement