Sabtu 12 Oct 2024 14:19 WIB

China Tingkatkan Utang untuk Pulihkan Pertumbuhan Ekonomi

China berencana menerbitkan obligasi pemerintah khusus senilai 2 triliun yuan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Seseorang bekerja di depan laptop miliknya di sebuah ruamg terbuka di Beijing, China. China mengumumkan akan
Foto: EPA
Seseorang bekerja di depan laptop miliknya di sebuah ruamg terbuka di Beijing, China. China mengumumkan akan "meningkatkan penerbitan utang" untuk memberikan subsidi kepada masyarakat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China mengumumkan akan "meningkatkan penerbitan utang" untuk memberikan subsidi kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan mendukung pasar properti. Langkah ini juga bertujuan memperkuat modal bank untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Dalam konferensi pers, pada Sabtu (12/10/2024) Menteri Keuangan Lan Foanmenyebutkan langkah-langkah stimulus fiskal yang lebih besar sedang dipersiapkan, meskipun tidak memberikan rincian mengenai besaran stimulus tersebut. "Masih ada ruang yang cukup besar bagi China untuk menerbitkan utang," kata Menteri Keuangan Lan Foan dalam konferensi pers, pada Sabtu (12/10/2024).

Baca Juga

Ekonomi terbesar kedua di dunia, China, menghadapi masalah deflasi karena penurunan drastis di pasar properti dan rendahnya kepercayaan konsumen. Situasi ini menunjukkan bahwa China terlalu bergantung pada ekspor, terutama di tengah ketegangan perdagangan global yang meningkat.

Data ekonomi terbaru menunjukkan kinerja yang lebih buruk dari perkiraan, membuat ekonom dan investor khawatir bahwa target pertumbuhan 5 persen tahun ini terancam. Ada juga kekhawatiran tentang kemungkinan perlambatan yang lebih lama.

Data untuk bulan September yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan diperkirakan akan menunjukkan kelemahan lebih lanjut. Namun,  Ketua Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) Zheng Shanjie meyakini  target pertumbuhan akan tercapai.

Langkah-langkah stimulus fiskal di China kini menjadi sorotan di pasar keuangan global. Hal ini terjadi setelah pertemuan pemimpin Partai Komunis bulan lalu yang menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk menghadapi tantangan ekonomi yang semakin sulit.

Indeks saham China (.CSI300) mencapai level tertinggi dalam dua tahun, melonjak 25 persen dalam beberapa hari setelah pertemuan tersebut. Namun, indeks ini kemudian turun karena kekhawatiran tentang kurangnya informasi lebih lanjut mengenai rencana belanja pemerintah.

Reuters melaporkan bulan lalu China berencana menerbitkan obligasi pemerintah khusus senilai 2 triliun yuan (sekitar Rp 584 triliun) tahun ini sebagai bagian dari stimulus fiskal baru. Setengah dari dana ini akan membantu pemerintah daerah mengatasi utang, sementara setengahnya lagi akan subsidi pembelian barang rumah tangga dan tunjangan bulanan sekitar 800 yuan (Rp 230 ribu) per anak untuk keluarga yang memiliki dua anak atau lebih.

Terpisah, Bloomberg News melaporkan China juga mempertimbangkan untuk menyuntikkan hingga 1 triliun yuan modal ke bank-bank negara terbesarnya untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam mendukung ekonomi, terutama dengan menerbitkan obligasi sovereign baru. Penerbitan utang tambahan di China biasanya memerlukan persetujuan resmi dari parlemen, yang diharapkan akan bertemu dalam beberapa minggu mendatang. Dengan langkah-langkah ini, China berharap dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dan kembali memacu pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement