REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon pada Senin (14/10) mengajukan keluhan resmi kepada Dewan Keamanan PBB atas berulangnya serangan Israel yang menargetkan misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL).
Menurut pejabat Kantor Berita Nasional Lebanon, utusan Lebanon untuk PBB di New York mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan PBB dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres atas perintah Menteri Luar Negeri Abdullah Bou Habib.
Utusan diplomatik Lebanon itu mengatakan bahwa serangan Israel terhadap UNIFIL adalah "preseden buruk dan pelanggaran nyata hukum internasional," yang membahayakan misi UNIFIL.
Lebanon mendesak "sikap tegas" atas serangan-serangan yang "melakukan kejahatan perang" itu dan meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggarannya untuk mencegah hal itu tidak terulang kembali.
Tank-tank Israel pada Minggu (13/10) memaksa masuk ke salah satu posisi UNIFIL, serangan terbaru dalam serangkaian pelanggaran dan serangan oleh militer Israel, yang melukai beberapa pasukan penjaga perdamaian.
Pekan lalu, empat penjaga perdamaian UNIFIL terluka akibat serangan Israel di pos mereka di Lebanon selatan.
UNIFIL dibentuk pada 1978 sebagai pasukan sementara untuk membantu memulihkan perdamaian di kawasan dan memastikan penarikan Israel dari Lebanon.
Israel melakukan serangan udara besar -besaran di Lebanon dengan dalih menargetkan Hizbullah sejak 23 September, menewaskan sedikitnya 1.542 orang, melukai lebih dari 4.555 lainnya, dan menggusur lebih dari 1,34 juta orang.
Serangan udara tersebut adalah eskalasi dari perang lintas batas selama setahun antara Israel dan Hizbullah sejak awal serangannya di Jalur Gaza, yang disebut pembalasan atas serangan Hamas.
Meskipun mendapat peringatan internasional bahwa Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan tanpa henti Israel terhadap Gaza dan Lebanon, Israel tetap memperluas konflik dengan meluncurkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.