Rabu 16 Oct 2024 21:26 WIB

Bareskrim Sebut Bos Jaringan Narkoba Jambi yang Ditangkap tak Terkait Fredy Pratama

Tersangka HDK, menurut Bareskrim, mendapatkan sumber barang narkoba dari Medan.

Pelaku kriminal ditangkap (ilustrasi).
Pelaku kriminal ditangkap (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dittipidnarkoba Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa para tersangka bandar besar narkoba di wilayah Jambi yang dipimpin oleh tersangka HDK (Helen Dian Krisnawati), tidak terkait dengan jaringan pengedar narkoba internasional Fredy Pratama. Bareskrim menyebut jaringan narkoba Helen adalah jaringan lokal bukan internasional.

“Kalau terkait dengan Fredy Pratama, tidak ada. Ini lokal dari Jambi saja dan bukan jaringan internasional karena sumber barang dari Medan,” kata Wakil Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri Kombes Pol. Arie Ardian Rishadi dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Baca Juga

Arie mengatakan, informasi bahwa sumber barang narkotika dari Medan didapatkan dari tersangka HDK. Atas informasi tersebut, pihaknya masih akan terus menelusuri asal muasal narkotika tersebut.

“(Penyidikan) ini belum berakhir, tapi merupakan titik awal untuk pengembangan. Kami terus melakukan pengungkapan kasus,” ujar Arie.

Terkait indikasi adanya pabrik sabu di Jambi, ia menegaskan bahwa pihaknya belum menemukan kemungkinan tersebut. “Kami belum menemukan adanya indikasi pembuatan sabu di dalam, khusus untuk kasus ini, sehingga kami terus mendalami nanti ke atasnya,” ucapnya.

Diketahui, dalam kasus ini, penyidik menahan lima tersangka, yaitu HDK yang berperan sebagai pengendali jaringan, DD berperan sebagai kaki tangan HDK, tersangka TM alias AK dan DS alias T sebagai koordinator lapak, serta MA yang berperan sebagai kaki tangan yang bertugas sebagai bendahara dan kurir.

Dari penyelidikan diketahui bahwa DS alias T dan TM alias AK merupakan kakak beradik. Ketiganya telah menjalani bisnis ini sejak lama. Untuk waktu pastinya, penyidik masih menyelidiki lebih dalam.

Wakabareskrim Polri Irjen Pol. Asep Edi Suheri yang juga selaku Satgas Penanggulangan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (PG3N) mengungkapkan bahwa modus tiga bersaudara itu adalah menggunakan sistem ‘lapak’ atau basecamp. Total ada tujuh lapak yang dikendalikan. Dalam seminggu, lapak-lapak tersebut menghabiskan kurang lebih 500—1.000 gram narkotika jenis sabu-sabu.

"Keuntungan yang dapat diperoleh dari hasil penjualan narkotika jenis sabu-sabu yang berada di bawah kendali tersangka TM alias AK dan DS alias T sebanyak Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar," kata Asep.

Penyidik juga telah menyita sejumlah aset dari tersangka AA senilai Rp10,8 miliar dan sejumlah aset dari TM alias AK yang nilainya masih didalami. Para tersangka dijerat dengan pasal UU Narkotika dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement