REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa pertumbuhan kredit di Indonesia tetap menunjukkan kekuatan, mencapai 10,85 persen (yoy) pada bulan September 2024. Pertumbuhan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk permintaan yang kuat untuk penyaluran kredit dan kebijakan Kredit Likuiditas Melalui Bank (KLM) yang telah diperkuat.
"Hingga pekan kedua Oktober 2024, BI telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp 256,5 triliun," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG di Kompleks BI, Rabu (16/10/2024).
Rincian penyaluran tersebut mencakup Rp 119 triliun untuk Bank BUMN, Rp110,2 triliun untuk Bank BUSN, Rp 24,6 triliun untuk BPD, dan Rp 2,7 triliun untuk KCBA. Perry menekankan insentif ini difokuskan pada sektor-sektor prioritas yang dianggap penting untuk pertumbuhan ekonomi, seperti hilirisasi minerba, UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), sektor otomotif, perdagangan, listrik, gas, dan air (LGA), serta pariwisata dan ekonomi kreatif.
Perry juga menyampaikan, pertumbuhan kredit didorong oleh kinerja usaha korporasi yang stabil. Sektor-sektor ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan kuat meliputi jasa dunia usaha, perdagangan, industri, pertambangan, dan pengangkutan. Berdasarkan kelompok penggunaan kredit, pertumbuhan tercatat sebagai berikut: kredit modal kerja tumbuh 10,01 persen (yoy), kredit konsumsi tumbuh 10,88 persen (yoy), dan kredit investasi tumbuh 12,26 persen (yoy). Kredit syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang baik sebesar 11,37 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 5,04 persen (yoy), menunjukkan perbaikan dibanding bulan sebelumnya.
Deputi Gubernur BI Donny Bayu Purnomo menggarisbawahi, meskipun ada pertumbuhan yang baik, perekonomian daerah dihadapkan pada tantangan, terutama dalam menyerap tenaga kerja. Dia mencatat bahwa banyak tenaga kerja beralih ke sektor dengan upah lebih rendah, sehingga sektor padat karya seperti pertanian dan manufaktur masih mengalami tekanan.
"Serapan tenaga kerja di sektor perdagangan dan akomodasi makanan sudah mulai pulih pasca-pandemi, namun sektor padat karya membutuhkan perhatian lebih," ungkapnya.
Sementara Deputi Gubernur BI Juda Agung menjelaskan, meskipun sektor pertambangan dan energi tumbuh pesat, seperti pertambangan yang tumbuh 26,7 persen dan listrik, gas, dan air yang tumbuh 15,9 persen, sektor padat karya seperti pertanian dan industri pengolahan masih tertinggal dengan pertumbuhan yang lebih rendah, masing-masing hanya 7,4 persen dan 7,22 peesen. Juda menekankan bahwa saat ini penting untuk mengalihkan fokus ke sektor-sektor yang dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Lebih lanjut, Perry kembali menegaskan, dengan mendorong kredit ke sektor yang tepat, diharapkan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pendapatan masyarakat dapat meningkat. Dia berharap semua ini dapat berjalan efektif mulai 1 Januari 2025.
"Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan ini melalui sinergi dengan pemerintah dan pelaku usaha, guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi kelas menengah ke bawah," ujar Perry.