REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU--Ibarat sudah terjatuh, malah tertimpa tangga. Kondisi itulah yang dialami Sanudin (33), yang mengalami kelumpuhan selama puluhan tahun. Sanudin tinggal di rumah orang tua asuhnya di RT 14 RW 17, Blok E, Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu. Tubuhnya terlihat kurus dan keriput, seperti tulang yang dibungkus kulit.
Di rumah yang tak layak huni berukuran sekitar 6 x 10 meter, dengan dinding pagar bambu dan berlantai semen, Sanudin hanya bisa tergeletak tak berdaya. Di atas kasur tipis yang sudah usang, dia menghabiskan hari-harinya mulai dari tidur, makan, minum dan buang air. Tangan dan kakinya pun kaku, sedangkan mulutnya terus menganga dan tak mampu bicara.
Seorang pemerhati sosial, Saptaguna menjelaskan, berdasarkan keterangan dari orang tua asuh Sanudin, Wasdirah (56) dan istrinya, Mulyati (51), nasib pilu yang menimpa Sanudin itu sudah terjadi sejak ia masih dalam kandungan ibunya, seorang perempuan asal Tasikmalaya. Pada 1991 silam, perempuan yang tidak diketahui namanya tersebut mendatangi rumah Daniah (orang tua Wasdirah) di Desa Langgengsari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu.
Saat itu, perempuan tersebut sedang mengandung Sanudin. Kemudian, meminta bantuan kepada Daniah untuk menggugurkan kandungannya. ‘’Namun, Daniah menolaknya,’’ ujar Saptaguna, Jumat (18/10/2024).
Meski demikian, karena merasa kasihan, Daniah mempersilakan perempuan itu untuk tinggal di rumahnya sampai melahirkan. Hingga akhirnya Sanudin lahir dalam kondisi sehat.
Ketika Sanudin berumur dua bulan, ibu kandungnya pamit kepada Daniah untuk membeli susu bayi. Namun ternyata, sejak saat itu perempuan tersebut tak pernah kembali dan meninggalkan Sanudin begitu saja di rumah Daniah.
Daniah akhirnya merawat Sanudin seperti putra kandungnya sendiri. Sanudin pun tumbuh menjadi bayi yang gemuk dan menggemaskan. ‘’Saat Sanudin berusia 11 bulan, usai disuntik Polio, tubuhnya mengalami panas dan kejang-kejang,’’ kata Saptaguna.
Dengan keterbatasan ekonomi orang tua asuhnya yang berprofesi sebagai tukang pijit kampung, Sanudin hanya diobati menggunakan obat dari warung. Namun, bukannya membaik, kondisi Sanudin malah semakin memburuk hingga seperti sekarang.
Daniah pun terus merawat Sanudin dengan penuh kasih sayang. Hingga Daniah meninggal, Sanudin akhirnya dirawat oleh Wasdirah.
Sama seperti ibunya, Wasdirah juga merawat Sanudin dengan baik. Di sela aktivitasnya sebagai tukang pijat kampung, dia dan istrinya mengurus Sanudin seperti anak mereka sendiri.
Sementara itu, Wasdirah mengungkapkan, sudah mengurus Sanudin selama sembilan tahun sejak ibunya meninggal dunia. ‘’Sanudin ini bukan saudara, tetapi saya merasa kasihan karena dia sama sebagai makhluk Allah. Saya ikhlas dari dalam hati saya untuk mengurusnya,’’ kata Wasdirah.
Wasdirah dan istrinya setiap hari mengurus Sanudin layaknya bayi. Mereka menyuapi, memandikan, dan membersihkan kotoran Sanudin.
Wasdirah memiliki empat orang anak. Meski demikian, di tengah keterbatasannya, dia selalu mengutamakan kebutuhan Sanudin dibanding anak-anaknya sendiri. ‘’Alhamdulillah keempat anak saya tidak cemburu. Malahan mereka sering membelikan makanan buat Sanudin,’’ kata Wasdirah.
Meski harus mengurus Sanudin di tengah keterbatasannya, Wasdirah mengaku ikhlas. Dia berusaha untuk terus berbesar hati dan mensyukuri apapun yang ditakdirkan Allah SWT untuknya.