REPUBLIKA.CO.ID, CALI -- Pemimpin dunia, aktivis lingkungan, dan peneliti mulai tiba di Cali, Kolombia untuk menghadiri Pertemuan Keanekaragaman Hayati PBB (COP16). Pakar mengatakan pertemuan ini menentukan nasib populasi satwa liar yang semakin cepat punah.
Kolombia berharap pertemuan yang dibuka pada Senin (21/10/2024) menjadi Pertemuan Keanekaragaman Hayati yang paling inklusif dalam sejarah. Menteri Lingkungan Kolombia Susana Muhammad mengatakan salah satu tujuan tuan rumah adalah COP16 menjadi pertemuan rakyat, yang mana masyarakat keturunan-Afrika, petani, masyarakat adat, ilmuwan, aktor-aktor sosial dan semua sektor didengar dan berpartisipasi.
"Ini artinya mengelola sampai mobilisasi seluruh pemerintah dan masyarakat untuk berkontribusi dalam merawat keanekaragaman hayati," kata Muhammad seperti dikutip dari the Guardian, Senin (21/10/2024).
COP16 diperkirakan akan menyambut 190 negara dan 15 ribu orang dengan tujuan melindungi keanekaragaman hayati. Para pakar ekologi memperingatkan ekosistem mencapai titik infleksi di mana kepunahan satwa terjadi semakin cepat.
Pemerintah Presiden Gustavo Petro mendorong masyarakat adat lebih banyak berperan dalam melindungi ekosistem Kolombia. Pemerintah mengatakan masyarakat adat akan menjadi pusat COP16. Pada awal pekan ini, Kementerian Lingkungan Hidup Kolombia mengatakan akan membentuk otoritas lingkungan yang dipimpin masyarakat adat dengan wewenang publik yang akan menyelesaikan "utang historis" Kolombia pada masyarakat adat. Masyarakat adat memuji langkah yang memberdayakan mereka untuk melindungi ekosistem.
Namun sejumlah pihak tidak yakin dengan janji COP16 akan berlangsung inklusif, termasuk dengan mendirikan apa yang dinamakan sebagai zona hijau.
Pemerintah Kolombia mendorong masyarakat sipil, sektor swasta dan masyarakat umum juga hadir di COP16. Dari 21 Oktober sampai 1 November, tuan rumah Kolombia akan menyelenggarakan 1.000 kegiatan termasuk panel-panel diskusi, lokakarya dan pertunjukan musik di zona hijau.
Ketua masyarakat adat Maguta di Amazon dan perwakilan masyarakat adat Kolombia di COP16 Harol Ipuchima mengatakan narasi pemerintah mengenai inklusivitas mendistraksi fakta masyarakat adat masih tidak banyak dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam kebijakan lingkungan. Ia mengatakan narasi inklusivitas terdengar baik, tapi nyatanya dangkal.
"Dibandingkan semua orang di seluruh dunia, kami yang paling memahami mengenai konservasi dan hidup dengan harmonis dengan ekosistem kami, tapi kami masih menjadi pengamat, kami masih di posisi yang sama selama puluhan tahun di mana kami harus berteriak ke politisi untuk melindungi lingkungan tapi kami tidak memiliki suara," katanya.