REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) akan menggelar konferensi tahunan terbesar industri kelapa sawit 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), pada 6-8 November 2024 mendatang di Bali International Convention Center, The Westin Resort, Nusa Dua, Bali. Mengusung tema "Seizing Opportunities Amidst Global Uncertainty", acara ini bertujuan untuk membahas peluang strategis di tengah tantangan global yang dihadapi industri sawit.
Bendahara Umum GAPKI sekaligus Ketua Panitia IPOC 2024 Mona Surya mengatakan, konferensi ini menyajikan analisis mendalam mengenai situasi pasar minyak nabati global, dengan fokus pada perkembangan dan dinamika terkini yang mempengaruhi industri minyak sawit.
“Berbagai kebijakan minyak sawit Indonesia, perspektif pasar dari negara-negara pengimpor, serta analisis pasokan dan permintaan minyak sawit dunia akan menjadi topik pembahasan utama dalam IPOC 2024 ini,” ujar Mona dalam konferensi pers di kantor GAPKI Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Minyak kelapa sawit, jelas dia, tetap menjadi komponen utama dalam pasar minyak nabati global sepanjang 2024. Sebagai minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia, produk ini memainkan peran penting dalam sektor konsumer dan energi baru terbarukan (EBT). Dengan 60 persen dari total produksi Indonesia diekspor ke lebih dari 160 negara, sawit menjadi komoditas penting yang mempengaruhi perdagangan internasional.
Moda mencatat, berdasarkan data dari Oil World, harga rata-rata bulanan minyak kelapa sawit sepanjang tahun ini berkisar antara 937 dolar AS hingga 1.147 dolar AS per ton. Ini, kata dia, mencerminkan posisinya sebagai komoditas bernilai tinggi.
“Namun, industri ini menghadapi sejumlah tantangan, baik domestik maupun internasional. Di dalam negeri, tantangan seperti stagnasi produksi, ketidakpastian kebijakan, dan perlunya replanting karena usia tanaman yang tua masih menjadi isu utama dan di tingkat internasional, faktor seperti keseimbangan pasokan minyak nabati lain, kampanye negatif terkait keberlanjutan rantai pasok, serta faktor geopolitik di Eropa dan Timur Tengah menjadi perhatian,” jelasnya.
Mona Surya turut menyoroti kebijakan Uni Eropa tentang Deforestasi (EUDR) yang berpotensi menghambat akses pasar sawit di Eropa. "Kebijakan ini bisa berdampak besar pada petani sawit, terutama di Indonesia dan Malaysia, yang menyumbang hampir 70 persen dari produksi sawit global," ujarnya.
“IPOC 2024 diharapkan menjadi wadah strategis untuk membahas dinamika pasar minyak sawit global serta mempertemukan para pemangku kepentingan dari seluruh dunia,” ujarnya melanjutkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia dikatakan akan membuka acara ini, didampingi oleh beberapa menteri lainnya. Dalam konferensi ini pun para pakar global seperti Thomas Mielke (Oil World), Julian McGill (Glenauk Economics), Nagaraj Meda (Transgraph), dan Dorab Mistry (Godrej International Ltd) akan berbagi pandangan mengenai tren harga minyak sawit ke depan.
“IPOC telah menjadi acara tahunan penting selama 19 tahun terakhir, menyajikan konferensi, pameran produk, dan inovasi terbaru di industri kelapa sawit,” tutupnya.