Rabu 23 Oct 2024 13:54 WIB

Apindo Jabar Meminta Politisasi pada Dunia Usaha Segera Dihentikan

Politisasi menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat memberatkan para pengusaha

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik
Foto: Dok Republika
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat (Jabar) meminta, politisasi pada dunia usaha segera dihentikan. Karena menurut Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik, hal tersebut menciptakan ketidakpastian hukum. Misalnya, terkait aturan struktur skala upah.

Oleh karena itu, Ning menilai, pentingnya edukasi kepada pengambil keputusan. Termasuk tidak membuat kebijakan agar tidak terjadi keresahan di kalangan pelaku usaha. Apalagi, sampai mengganggu investasi serta kondusifitas usaha di Jabar. “Politisasi menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat memberatkan para pengusaha yang mana saat ini pun sudah menghadapi banyak tantangan, baik terkait dengan persaingan, produktivitas, geopolitik, perizinan, dan banyak lagi,” ujar Ning, kepada wartawan, Rabu (23/10/2024).

Baca Juga

Ning menjelasakan, salah satu tantangan besar yang dihadapi pengusaha di Jabar adalah tingginya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Di mana 4 dari 5 wilayah dengan UMK tertinggi di Indonesia berada di provinsi ini, yakni Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. "Jika ditambah dengan penetapan Struktur dan Skala Upah (SUSU), maka daya saing Jawa Barat semakin tergerus," kata Ning.

Ning mengakui, Jabar merupakan tujuan investasi terbesar di Indonesia dengan realisasi mencapai Rp 210 triliun. Angka itu 14,8 persen dari total nasional sebesar Rp 1,418 triliun. Namun banyak perusahaan yang memilih relokasi atau bahkan tutup.

Data menunjukkan antara tahun 2019 hingga 2022, sebanyak 29 perusahaan padat karya relokasi ke Jawa Tengah. Kemudian pada 2023, lima perusahaan besar menutup operasionalnya, menyebabkan PHK terhadap 15.000 karyawan. Hingga Juli 2024, tercatat lebih dari 5.500 pekerja di Jawa Barat terkena PHK, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan.

Ning pun, mengkritik Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat terkait SUSU yang dinilainya menyalahi aturan. "Ketik SUSU turun, saat itu saya mengimbau para pengusaha untuk tidak mematuhi aturan yang salah tersebut. Jika tetap dipatuhi, maka akan semakin banyak pabrik yang berpotensi tutup," katanya.

Di tempat yang sama, Ahli hukum tata negara Ahmad Rendi menegaskan, dua Keputusan Gubernur (Kepgub) Jawa Barat terkait struktur dan skala upah (SUSU) bermasalah secara hukum. Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, pengusaha adalah satu-satunya entitas yang berwenang menyusun struktur dan skala upah.

“Dalam UU Cipta Kerja ditegaskan bahwa pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah. Jadi, satu-satunya entitas hukum di Indonesia yang berwenang menyusun Susu adalah pengusaha. Bukan gubernur, bukan bupati, bukan wali kota, bukan Menteri Tenaga Kerja, bahkan bukan Presiden,” ujar Ahmad Redi pada acara Members Gathering dan Diskusi Publik Kepastian Hukum Struktur dan Skala Upah di Bandung, belum lama ini.

Redi mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021, yang merupakan aturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, kembali menegaskan kewajiban pengusaha dalam menyusun Susu. “SUSU ini wajib disusun oleh pengusaha, termasuk menentukan persentase, golongan, jabatan, dan indikator penentuannya,” katanya.

Selain itu, Redi juga menekankan bahwa hal ini diperkuat oleh Permenaker No. 1 Tahun 2017, yang dengan jelas menyebutkan bahwa Susu adalah tanggung jawab pengusaha. "Siapapun di negara ini, selama mengikuti UU Cipta Kerja, PP Pengupahan, dan Permenaker tersebut, tidak boleh menegasikan ketentuan ini,” katanya.

Redi menilai, tindakan Gubernur Jawa Barat saat mengeluarkan Kepgub terkait Susu sebagai penyalahgunaan wewenang. Menurutnya, tidak ada satu pun aturan dalam UU Cipta Kerja, PP, atau Permenaker yang memberikan kewenangan kepada gubernur untuk membuat struktur dan skala upah.

Diketahui, kebijakan Gubernur terkait penetapan besaran Susu bagi pekerja menjadi isu krusial di Jawa Barat. Penerbitan Kepgub Jawa Barat No. 561/Kep.874-Kesra/2021 dan Kepgub Jawa Barat No. 561/Kep.882-Kesra/2022 mengenai Penyesuaian Upah bagi Pekerja dengan Masa Kerja Satu Tahun atau Lebih telah menimbulkan ketidakpastian hukum di kalangan dunia usaha.

Apindo Jawa Barat sendiri telah mengambil langkah hukum terhadap kebijakan tersebut. Gugatan terhadap Kepgub No. 561/Kep.874-Kesra/2021 telah dimenangkan pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Namun, gugatan terhadap Kepgub No. 561/Kep.882-Kesra/2022 mengalami kekalahan hingga kasasi, padahal sebelumnya telah diterbitkan Kepgub Jabar No. 188.44/Kep.783-Kesra/2023 yang mencabut kedua Kepgub tentang SUSU.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement