Kamis 31 Oct 2024 17:06 WIB

BI Ungkap Lima Strategi Digitalisasi Dorong Industri Halal

Pemanfaatan AI dapat mempercepat proses sertifikasi halal.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Logo halal terpasang pada salah satu produk yang ditawarkan pada Halal Fair 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Logo halal terpasang pada salah satu produk yang ditawarkan pada Halal Fair 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (4/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung memaparkan lima strategi penting untuk mendorong digitalisasi industri halal. Hal tersebut ia sampaikan dalam sambutannya di acara 6th Indonesia International Halal Lifestyle (INHALIFE) Conference 2024, Kamis (31/10/2024).

Ia pun menyoroti lima strategi penting. Pertama, pemanfaatan platform e-commerce untuk memasarkan produk bersertifikat halal diharapkan dapat memperluas jangkauan pasar bagi pelaku usaha. Dengan adanya e-commerce, pelaku usaha dapat menjangkau konsumen di berbagai daerah, bahkan internasional.

"Kita harus memanfaatkan teknologi untuk membawa produk halal Indonesia ke pasar global," ujar Juda.

Kedua, penggunaan sistem pembayaran digital seperti QRIS menjadi penting untuk mempermudah transaksi dan meningkatkan inklusivitas bagi konsumen serta pelaku bisnis. Dengan QRIS, transaksi akan lebih cepat dan efisien, memfasilitasi pertumbuhan ekonomi di sektor halal.

Selanjutnya, optimalisasi pembiayaan untuk bisnis halal melalui produk keuangan digital syariah akan memberikan akses yang lebih mudah kepada pelaku usaha. "Kami ingin memastikan bahwa pelaku usaha halal memiliki akses yang cukup untuk mendapatkan pembiayaan yang mereka butuhkan," tegasnya.

Selain itu, Juda menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi traceability untuk memastikan jaminan produk halal. Dengan teknologi ini, penelusuran bahan baku dari hulu hingga ke tangan konsumen menjadi lebih transparan.

"Kami ingin konsumen yakin bahwa produk yang mereka beli benar-benar halal," katanya.

Terakhir, penerapan sistem sertifikasi digital yang memanfaatkan teknologi AI akan mempercepat proses sertifikasi dan mengurangi kemungkinan kesalahan. Dengan sistem ini, proses sertifikasi akan lebih efisien dan cepat, mendukung pertumbuhan industri halal yang lebih luas.

Juda menekankan bahwa digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem industri halal yang terbuka, efisien, dan adil. Oleh karenanya, diperlukan kerja sama untuk membangun ekosistem yang saling mendukung dan memajukan industri halal Indonesia.

Mengutip laporan SGIE 2023, permintaan untuk produk halal diperkirakan akan mencapai 3,1 triliun dolar AS atau sekitar Rp 48.600 triliun pada 2027. Kenaikan permintaan ini tidak hanya didorong oleh populasi Muslim yang terus bertambah, tetapi juga oleh minat konsumen terhadap komitmen halal yang menjamin kemurnian dan produksi yang etis.

Sebagai salah satu pasar halal terbesar di dunia, Indonesia perlu terus berinovasi dan berkompetisi secara global. Melalui strategi-strategi ini, diharapkan industri halal Indonesia dapat berkembang dan bersaing lebih baik di pasar global.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement