Senin 11 Nov 2024 15:30 WIB

COP29 Resmi Dibuka, Negara-Negara Diajak Berkolaborasi Atasi Krisis Iklim

Menghadapi perubahan iklim membutuhkan komitmen global yang kuat.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Anggota delegasi berjalan di area pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan, Ahad (10/11/2024).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Anggota delegasi berjalan di area pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim (COP29) di Baku, Azerbaijan, Ahad (10/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU — Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, resmi dibuka pada Senin (11/11/2024). Presiden COP28 sekaligus Utusan Khusus Uni Emirat Arab untuk Perubahan Iklim, Sultan bin Ahmed Al Jaber, yang membuka COP29, mengajak seluruh delegasi dari berbagai negara untuk mempertahankan semangat kerja sama dan tindakan nyata dalam menghadapi krisis iklim yang semakin kompleks.

"Merupakan kehormatan bagi saya untuk menyampaikan pidato terakhir saya sebagai presiden COP (COP28) di sini, di Baku," kata Al Jaber, Senin (11/11/2024).

Baca Juga

Ia mengapresiasi sambutan hangat tuan rumah dan memuji kehadiran para delegasi sebagai bentuk komitmen bersama untuk membawa perubahan. "Dengan hadir di sini hari ini, Anda semua telah membuat pilihan untuk membuat perubahan," katanya.

Al Jaber juga menekankan pentingnya menjadikan COP29 sebagai momentum untuk memperkuat kolaborasi global dalam memerangi perubahan iklim. “Kami di Uni Emirat Arab akan selalu memilih kemitraan daripada polarisasi, dialog daripada perpecahan, dan perdamaian daripada provokasi,” katanya.

Sebagai presiden COP28, Jaber mengaku bangga atas capaian yang diraih, yang menurutnya membawa perubahan signifikan dalam aksi iklim. Konsensus UEA berhasil mengajak berbagai negara untuk sepakat dalam langkah-langkah praktis dan terukur untuk mengatasi perubahan iklim.

Pada COP28, Al Jaber dan timnya meluncurkan berbagai inisiatif yang bertujuan mendorong pertumbuhan energi terbarukan secara global. Ia menyoroti pencapaian dalam energi terbarukan yang akan menambah lebih dari 500 gigawatt pada kapasitas global di tahun ini, serta kemajuan dekarbonisasi yang dicapai melalui piagam dekarbonisasi minyak dan gas.

“Saat ini, 55 perusahaan telah bergabung dengan piagam tersebut, berkomitmen untuk mencapai nol emisi metana pada 2030 dan nol bersih pada atau sebelum 2050,” kata Al Jaber. Inisiatif ini melibatkan sektor swasta secara global dan mencakup lebih dari 44 persen produksi minyak dan gas dunia, menjadikannya kemitraan sektor swasta terbesar dan terlengkap dalam upaya dekarbonisasi.

Dalam pidatonya, Jaber juga menekankan ketersediaan pendanaan adalah faktor penentu keberhasilan dalam mewujudkan berbagai inisiatif iklim. “Kami terus menyerukan kepada semua sumber, baik pemerintah maupun swasta, untuk membuat pendanaan menjadi lebih tersedia, lebih mudah diakses, dan lebih terjangkau,” kata Al Jaber.

Salah satu inisiatif besar yang diluncurkan pada COP28 adalah Altera, dana iklim katalis global terbesar di dunia dengan komitmen sebesar 30 miliar dolar AS. Hingga saat ini, Altera telah menyalurkan 6,5 miliar dolar AS untuk mendukung proyek-proyek iklim di pasar maju, berkembang, dan sedang berkembang. Menurut Al Jaber, investasi ini menggunakan model campuran yang menarik modal tambahan dan harus terus dikembangkan demi masa depan yang lebih hijau.

Selain itu, kemajuan juga dicapai dalam pendanaan kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim. Sebanyak 853 juta dolar AS dijanjikan untuk mendukung negara-negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, dengan Filipina dipilih sebagai tuan rumah dewan dana tersebut. Al Jaber mengajak negara-negara untuk berkontribusi pada dana ini sebagai bagian dari tanggung jawab kolektif.

Jaber mengajak seluruh delegasi untuk melanjutkan fokus pada kolaborasi dan kemitraan global. “Mari kita tunjukkan kepada dunia bahwa kita memiliki tekad untuk bersatu, tanggung jawab untuk bertindak, dan kemauan untuk mewujudkannya,” katanya.

Dengan harapan tinggi akan keberhasilan COP29, Jaber memberikan pesan yang jelas, yaitu menghadapi perubahan iklim membutuhkan komitmen global yang kuat dan aksi nyata yang berkelanjutan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement