Selasa 12 Nov 2024 09:02 WIB

LBH GPH Ansor Dampingi Sopir dan Kernet yang Diadili karena Bawa Beruang Madu

GP Ansor memberikan bantuan hukum bagi mereka yang tak mampu

LBH GP Ansor memberikan bantuan hukum dua pria sopir dan kernet, RN (19) dan MH (20), yang didakwa membawa seekor beruang madu.
Foto: Dok Istimewa
LBH GP Ansor memberikan bantuan hukum dua pria sopir dan kernet, RN (19) dan MH (20), yang didakwa membawa seekor beruang madu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor ( PP GP Ansor) mendampingi dua pria sopir dan kernet, RN (19) dan MH (20), yang didakwa membawa seekor beruang madu.

LBH PP GP Ansor berharap agar Majelis Hakim dapat mengedepankan prinsip keadilan substansial dalam memutuskan perkara ini.

Baca Juga

"Kami berharap Majelis Hakim memutus perkara ini dengan objektivitas dan keadilan yang melekat pada diri para terdakwa," kata pengacara LBH GP Ansor Fendy Ariyanto yang juga kuasa hukum terdakwa, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/11/2024).

Kedua terdakwa saat ini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kedua terdakwa telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Pusat selama tiga bulan sejak penangkapan mereka di jalan Tol Slipi, Jakarta Barat.

Kejadian ini bermula saat RN, seorang sopir travel, bersama kernetnya MH, mengangkut tiga penumpang dan berbagai barang, termasuk seekor beruang madu. Dalam perjalanan, mereka diperiksa oleh petugas polisi lalu lintas, yang akhirnya menangkap mereka karena kedapatan membawa hewan yang dilindungi tersebut.

Beruang madu yang dibawa kedua terdakwa adalah hewan yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum menuntut keduanya dengan hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar Rp 20 juta, berdasarkan dakwaan Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 40 ayat (2) UU No. 5/1990 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam pembelaannya, kuasa hukum terdakwa, Fendy Ariyanto SH MH, menghadirkan ahli pidana Dr Albert Aries SH MH, yang menyatakan bahwa jika tidak dapat dibuktikan adanya niat jahat atau kesengajaan, maka kedua terdakwa tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana.

Dr Albert juga menyoroti adanya kesesatan fakta dalam perkara ini, dengan menyatakan bahwa para terdakwa tidak mengetahui bahwa hewan yang mereka bawa termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi.

BACA JUGA: Israel, Negara Yahudi Terakhir dan 7 Indikator Kehancurannya di Depan Mata

"Tidak ada niat jahat dari terdakwa, mereka hanya membantu perekonomian keluarga tanpa mengetahui risiko hukum yang dapat ditimbulkan," ungkap Fendy Ariyanto dalam persidangan.

Lebih lanjut, Fendy menilai bahwa tindakan para terdakwa semestinya dipandang sebagai tindak pidana administratif, bukan pidana umum.

"Tindak pidana administratif seharusnya menjadi langkah pertama, bukan penahanan yang berujung pada proses hukum yang lebih berat," tegas Fendy.

Sejauh ini, proses hukum kasus ini masih berjalan di tahap pembelaan oleh GP Ansor.Kasus ini menyentuh perhatian publik terkait perlindungan satwa liar dan kesadaran hukum masyarakat yang masih terbatas, terutama terkait dengan satwa yang dilindungi oleh undang-undang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement