REPUBLIKA.CO.ID, Setiap upaya atau ikhtiar yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh seorang Muslim dalam mencari rezeki, pada hakikatnya, dia berada di jalan Allah SWT. Meski demikian, adakalanya semua perencanaan, upaya dan target yang ditetapkan tak sesuai dengan pencapaian. Hasil yang diperoleh tersebut jauh di bawah ekspektasi. Karena itu, ingatlah jika rezeki bukan semata nominal yang bisa dirupiahkan.
Dalam buku Saripati Ihya Ulumiddin Imam Ghazali karya Syekh Jamaluddin Al-Qasimi dijelaskan, seseorang yang dilimpahkan kemampuan seharusnya merasa bersyukur untuk dapat beraktivitas dan mencari rezeki. Sebab Allah menciptakan bumi untuk manusia tempati lengkap dengan rezeki yang ditebarkan seluas-luasnya.
Allah berfirman dalam Alquran Surat Al-A’raf ayat 10:
Al-A’raf Ayat 10
وَلَقَدۡ مَكَّـنّٰكُمۡ فِى الۡاَرۡضِ وَجَعَلۡنَا لَـكُمۡ فِيۡهَا مَعَايِشَ ؕ قَلِيۡلًا مَّا تَشۡكُرُوۡنَ
"Wa laqad makkannaakum fil ardi wa ja'alnaa lakum fiihaa ma'aayish; qaliilam maa tashkuruun."
Yang artinya, "Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur."
Imam Ghazali menjelaskan bahwa Allah menjadikan bumi sebagai nikmat untuk manusia dan menuntut syukur terhadapnya atas apa yang diberi. Artinya, manusia memang harus terlebih dahulu berikhtiar mencari rezeki dan penghidupan yang halal dengan tujuan rasa syukur yang perlu dihaturkan.
Nilai dari rezeki yang didapatkan atas ikhtiar yang dilakukan bukan lagi tentang nominal, namun tentang bagaimana aktivitas itu dapat menjadikannya pribadi yang lebih berisi.