Kamis 21 Nov 2024 12:33 WIB

Sekjen IIFA: Ulama Indonesia Berhasil Rekontekstualisasi Syariat Islam

Syariat Islam dinilai terbentuk dari kemaslahatan sebagai fondasi.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
MUI menerima kunjungan Sekretaris Jenderal International Islamic Fiqh Academy ( IIFA) Prof.Dr. Koutoub Moustapha San
Foto: MUI
MUI menerima kunjungan Sekretaris Jenderal International Islamic Fiqh Academy ( IIFA) Prof.Dr. Koutoub Moustapha San

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal  Akademi Fiqih Islam Internasional (IIFA), Prof Koutoub Moustapha Sano mengapresiasi ulama Indonesia dalam inisiatif merekontekstualisasi prinsip syariah sesuai dengan kehidupan masyarakat modern.

"Saya merasa Indonesia juga punya ribuan ulama yang mumpuni untuk berkontribusi bersama dalam persoalan ini," ujar Sano dalam pidato kuncinya pada pembukaan Sharia International Forum (SHARIF) 2024 di Jakarta, Rabu (20/11/2024) malam.

Baca Juga

Dia juga menyampaikan apresiasi IIFA atas inisiasi Indonesia melalui Kemenag dalam menghadirkan forum untuk mendiskusikan isu global secara bersama-sama dengan perspektif syariat Islam."IIFA adalah sebuah institusi ijtihad kolektif yang berarti tidak ada ruang untuk melakukan ijtihad individualis untuk isu-isu yang berkaitan dengan kepentingan publik," ucap Sano. 

"Oleh karena itu saya mengucapkan selamat atas inisiasi Indonesia dalam menggelar diskusi bersama lintas bangsa dan negara untuk isu-isu yang sangat penting ini," kata dia.

Sejalan dengan tema konferensi "Sharia Service by Government Toward Mashlaha Ammah", Sano menyebut bahwa maslahah merupakan dasar dari segala hal yang terkait dengan kepentingan manusia. Syariat Islam juga terbentuk dari kemaslahatan sebagai fondasinya. 

"Ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa ketika kita menangani sesuatu kita harus memastikan keputusan ini akan membawa kemaslahatan," ujar dia.

Sebagai contoh, Sano mengisahkan saat sahabat Utsman bin Affan menyadari bahwa orang-orang kerap terlambat dalam melaksanakan ibadah shalat Jumat karena menyelesaikan urusannya.

Oleh karena itu, dengan berlandaskan kemaslahatan, Sayyidina Utsman memberlakukan kebijakan dua adzan pada waktu shalat Jumat. Adzan pertama sebagai penanda umat Islam untuk segera menyelesaikan urusannya dan beranjak ke masjid. Sedangkan Adzan kedua mengharuskan orang-orang langsung meninggalkan urusannya untuk mendirikan shalat Jumat.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement