REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS — Rezim Bashar al-Assad ditumbangkan dari kursi kekuasaannya di Suriah setelah lebih dari satu dekade bertahan dari pemberontakan, perang saudara, dan tekanan internasional. Jatuhnya ibu kota Suriah, Damaskus, ke tangan pasukan oposisi dengan cepat dan tanpa perlawanan berarti, menjadi titik balik dalam dinamika Timur Tengah.
Para analis pun berbicara mengenai jatuhnya rezim yang didukung Iran tersebut. Dikutip dari The Conversation, Ali Mamouri menjelaskan, "Jatuhnya rezim Assad terjadi secara mendadak, membuat kekuatan regional dan global terguncang untuk memahami dampaknya dan merencanakan langkah berikutnya. Dengan peristiwa ini, peta kekuasaan di kawasan tersebut mengalami perubahan besar, mengantarkan Suriah dan Timur Tengah ke fase baru yang penuh tantangan dan ketidakpastian." kata dia, Ahad (8/12/2024).
Setelah jatuhnya rezim Assad, Suriah terpecah menjadi tiga wilayah kekuasaan utama, masing-masing didukung oleh sekutu eksternal dengan kepentingan berbeda:
1. Pasukan Oposisi Sunni
Dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham dan didukung Turki, oposisi Sunni kini menguasai Suriah tengah, dari perbatasan utara dengan Turki hingga perbatasan selatan dengan Yordania. Kelompok ini terdiri dari faksi-faksi yang beragam, termasuk mantan jihadis dari ISIS dan al-Qaeda, hingga kelompok sekuler seperti Tentara Nasional Suriah yang membelot dari tentara Assad pada 2011.
Namun, sejarah konflik internal di antara faksi-faksi ini memunculkan keraguan tentang kemampuan mereka membentuk pemerintahan yang stabil.
2. Pasukan Kurdi
Kelompok Kurdi, yang menguasai wilayah timur laut Suriah, terus mendapat dukungan dari Amerika Serikat, termasuk keberadaan pangkalan militer AS di kawasan tersebut. Wilayah ini berbatasan dengan Turki dan Irak, menjadikannya kawasan strategis. Namun, dukungan AS berisiko meningkatkan ketegangan dengan Turki, yang menganggap penguatan Kurdi sebagai ancaman bagi keutuhan wilayahnya.
3. Pasukan Alawi Pro-Assad
Faksi Alawi yang setia kepada Assad tetap bertahan di wilayah pesisir barat Suriah. Kelompok ini mempertahankan hubungan erat dengan Iran, Irak, dan Hezbollah. Wilayah ini diperkirakan menjadi benteng terakhir bagi kelompok loyalis Assad, yang dapat memperburuk ketegangan sektarian di masa mendatang.