Rabu 18 Dec 2024 07:38 WIB

Banyak Bank Bangkrut Akibat Fraud, LPS Beberkan Modus Operandinya

Celah selanjutnya adalah penyalahgunaan dana simpanan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan membersihkan logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Foto: Antara/Audy Alwi
Karyawan membersihkan logo Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap berbagai modus fraud yang dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab di Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sepanjang tahun 2024, sebanyak 19 BPR telah jatuh dan dilikuidasi, sebagian besar disebabkan oleh tindakan fraud yang melibatkan pemegang saham, direksi, hingga pegawai bank.

Direktur Eksekutif Hukum LPS Ary Zulfikar menyatakan, salah satu faktor utama yang membuka peluang terjadinya fraud adalah lemahnya pengawasan internal. "Pengawasan berjenjang tidak berjalan di BPR terkait, dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab,” ujar Ary di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

Baca Juga

Lebih lanjut, Ary mengungkapkan ada tiga modus utama yang sering ditemukan. Pertama, kredit bodong dan fiktif. Fraud jenis ini sering kali melibatkan kerja sama antara calon debitur dan pejabat bank, seperti direksi atau komite investasi. Dalam beberapa kasus, calon debitur diberikan kredit tanpa melalui proses penilaian yang memadai.

Nantinya, setelah kredit disetujui, calon debitur memberikan "imbalan" ilegal kepada pejabat bank yang terlibat. Padahal, kredit disalurkan untuk proyek yang sebenarnya tidak ada, dan hal ini dilakukan secara sistematis oleh direksi, pegawai, hingga komite investasi.

“Dan yang lebih parah lagi kredit fiktif. Benar-benar proyeknya tidak ada dan di-create, dan itu biasanya dilakukan berjamaah,” terang Ary.

Selanjutnya adalah kredit topengan. Modus ini melibatkan pemegang saham atau pengurus bank yang menggunakan identitas orang lain, seperti KTP, untuk mengajukan kredit. Dalam beberapa kasus, orang yang dipinjam identitasnya bahkan tidak menyadari bahwa mereka terlibat.

“Jadi seolah-olah si debiturnya minjem kredit itu. Nah karena topengan ya si debiturnya tidak tahu kan. Tapi ada yang tahu dipinjem dapat fee ya itu juga termasuk,” ujar Ary.

Celah selanjutnya adalah penyalahgunaan dana simpanan. Modus ini dilakukan dengan cara mengambil dana simpanan nasabah tanpa sepengetahuan pemiliknya. Pegawai bank membuat slip penarikan palsu untuk menyedot dana deposan.

“Jadi deposan sudah masukkan duit ke bank tapi dibuat selip penarikan tanpa sepengetahuan digunakan,” jelas Ary.

Menurut Ary, salah satu solusi untuk mencegah fraud di BPR adalah penerapan teknologi informasi (IT) dalam sistem perbankan. Dengan adanya sistem IT yang memadai, pengelolaan tata kelola bank dapat ditingkatkan, termasuk penolakan otomatis terhadap kredit bodong.

“Jadi mungkin pemanfaatan teknologi IT di BPR itu juga menjadi penting untuk paling tidak agar tata kelolanya baik,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement