REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita tidak bias memungkiri, arus informasi di media digital makin cepat dan tak terbendung. Terlebih kini telah muncul kecerdasan buatan (AI) yang bisa diakses oleh siapa saja. Di satu sisi, teknologi ini menghadirkan manfaat besar. Akan tetapi, jika tidak diimbangi dengan literasi digital, kemajuan teknologi di era AI bisa menjadi boomerang. Tak menutup kemungkinan, kemampuan literasi digital menjadi makin penting.
Menurut Pustakawan Universitas Nusa Mandiri (UNM), Ricky Sediawan literasi digital mencakup literasi teknologi dan literasi informasi, yakni kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dan memahami informasi dengan bijak. Dengan kata lain, literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan mengelola informasi yang diperoleh dari berbagai sumber dalam dunia digital.
Literasi digital mengandung beberapa unsur, yaitu:
• Social Networking: Kemampuan memahami dan memanfaatkan berbagai media sosial,
• Transliteracy: Kemampuan berkomunikasi melalui berbagai platform dan layanan online,
• Maintaining Privacy: Kesadaran akan privasi online dan perlindungan dari kejahatan siber,
• Managing Digital Identity: Penggunaan identitas digital yang tepat pada berbagai platform,
• Creating Content: Kemampuan membuat konten digital, seperti blog atau video,
• Organising and Sharing Content: Mengelola dan menyebarkan informasi dengan efisien,
• Reusing/Repurposing Content: Menggunakan kembali atau mengolah ulang konten yang ada,
• Filtering and Selecting Content: Kemampuan mencari dan menyaring informasi yang relevan,
• Self Broadcasting: Berbagi ide dan konten melalui berbagai platform online.
Individu yang dikatakan memiliki kemampuan literasi digital yang mumpuni apabila ia memahami kesembilan komponen di atas. Berbekal kemampuan ini, individu yang punya kemampuan literasi digital tidak hanya mampu memperoleh manfaat tetapi juga menghindari sisi buruk dunia digital.
Ricky sebagai Pustakawaan UNM menegaskan sudah banyak diketahui bahwa AI tools bersifat open source, yang artinya perangkat canggih ini bisa diakses secara gratis oleh siapa saja. Tools semacam ini ada banyak macamnya, sebut saja AI Chatbots seperti ChatGPT, Wondershare Filmora untuk pembuatan video, DALL·E 2 untuk membuat gambar, dan banyak lagi.
Walaupun belum begitu lama dipernalkan, pengguna AI tools ini sudah makin meningkat hingga sekarang. Apabila digunakan dengan bijak, tentu saja tools ini sangat bermanfaat. Akan tetapi, ada juga yang menggunakan teknologi canggih ini untuk melakukan kecurangan yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan pihak lain. Antara lain seperti:
Manipulasi Video dengan Deepfake, deepfake merupakan ancaman serius terhadap keamanan informasi dan opini publik. Penipuan teknologi ini memungkinkan pembuatnya untuk menciptakan video palsu dengan tingkat realisme yang luar biasa, bahkan membingungkan ahli-ahli untuk membedakan antara keaslian dan pemalsuan.
Tiruan Suara Melalui Voice Cloning, modus ini telah menjadi senjata baru bagi para penipu di zaman sekarang. Dengan kecanggihan ini, mereka mampu meniru suara seseorang dengan begitu akurat, memungkinkan oknum kejahatan untuk melakukan penipuan yang lebih nyata, dan kebanyakan lewat panggilan telepon atau pesan suara palsu yang membuat korban percaya memberikan data pribadi yang sensitive.
Dalam menghadapi penipuan teknologi dengan kecerdasan buatan, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk terhindar dari jebakan oknum. Pertama, selalu verifikasi identitas pihak yang berkomunikasi denganmu, terutama jika ada permintaan data sensitif atau transaksi keuangan yang tidak biasa. Kedua, waspadai link dan lampiran yang mencurigakan.
Hindari menekan tautan dari sumber yang tidak dikenal, karena ini dapat mengarah ke situs palsu dan mengandung malware yang berbahaya. Terakhir, edukasi diri tentang contoh penipuan AI dapat menjadi langkah yang sangat efektif dalam mengatasi kebohongan.
"Kamu dapat mempelajari lebih dalam tentang cara kerja penipuan AI, tanda-tanda yang perlu diwaspadai, dan strategi manipulatif yang sering kali digunakan oleh penjahat dunia maya," ujarnya.
Fakta ini semakin menekankan urgensi membekali diri dengan kemampuan literasi digital agar kita tidak menelan mentah-mentah setiap informasi yang tersaji di media digital. Pentingnya literasi digital juga terlihat dalam penggunaan media sosial dan tren viral. Dengan menjamurnya konten di media sosial, kita harus mampu mengidentifikasi tren berbahaya dan tidak terlibat dalam tindakan yang berisiko.
Dengan begitu, kita tidak hanya memperoleh manfaat dari media digital tetapi juga terhindar dari dampak negatifnya.