Selasa 31 Dec 2024 16:20 WIB

Refleksi Akhir Tahun 2024, Menteri Wihaji Ajak Keluarga Kembangkan Suasana Ngobrol Bersama

Pengaturan atas penggunaan media sosial perlu segera dilakukan.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M,Pd menilai, sudah saatnya pemerintah mengatur penggunaan media sosial untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.
Foto: Kemendukbangga
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M,Pd menilai, sudah saatnya pemerintah mengatur penggunaan media sosial untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M,Pd menilai, sudah saatnya pemerintah mengatur penggunaan media sosial untuk meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan.

"Memang masih perlu dilakukan riset positif negatifnya. Namun, asumsi-asumsi yang ada, diduga lumayan negatifnya karena berpengaruh terhadap algoritma," ujar Mendukbangga Wihaji dalam acara Diskusi Jurnalis dengan tajuk "Refleksi Akhir Tahun 2024", Selasa (31/12/2024) pagi, di kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta.

Baca Juga

Dalam diskusi yang dihadiri Wakil Mendukbangga/Wakil Kepala BKKBN, Isyana Bagoes Oka, Menteri Wihaji menilai pengaturan atas penggunaan media sosial perlu segera dilakukan mengingat sejumlah negara sudah membatasi penggunaannya. "Australia contohnya, juga ada beberapa negara lain, sudah ada larangan penggunaan media sosial di bawah usia 16 tahun," ujar menteri Wihaji.

Mengutip data yang ada, menteri mengatakan dewasa ini sebagian besar masyarakat mendapatkan informasi dari media sosial. Bahkan, 76 persen aktif bermedsos.

"Bukan guru, dosen, orang tua, tapi remaja kita lebih terpengaruh media sosial. Bahkan menjadi teman ngobrol (berbicara)," ujarnya.

Agar keluarga dapat membangun ketahanannya, Wihaji mengajak para anggota keluarga untuk rajin mengembangkan suasana ngobrol bersama, baik antar suami istri, orang tua pada anak ataupun sebaliknya. Persoalan tersebut menjadi kepedulian Wihaji karena Kemendukbangga/BKKBN bukan kementerian sektoral. Kementeriannya adalah sebuah kementerian multisektoral yang mengampu dua program besar, yakni Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. "Pendekatan yang kita lakukan adalah pencegahan dan penggerakkan," jelas menteri.

Dalam paparannya, menteri Wihaji menjelaskan bahwa saat ini terdapat 75.653.359 keluarga di Indonesia. Terdiri atas 40,4 juta Pasangan Usia Subur (PUS); 11,5 juta keluarga dengan kepala keluarga adalah perempuan; 3,7 juta keluarga memiliki anak 0-23 bulan; 36,6 juta keluarga memiliki anak 10-24 tahun; dan 21,1 juta keluarga memiliki anggota keluarga di atas 60 tahun (11,7 persen).

Adapun sasaran atau intervensi yang dilakukan Kemendukbangga/BKKBN, menurut Wihaji yang baru menjabat menteri dua bulan 10 hari ini, meliputi anak, remaja, calon pengantin, ibu hamil, hingga lansia.

Perubahan nomenklatur dari BKKBN menjadi Kemendukbangga tentu ada sesuatu yang baru. Maka, semua dari baru. Langkah awal adalah logo baru, kultur baru, cara berpikir baru dan pendekatan program dengan cara baru, jangan formalistik. "Kita bekerja untuk melanjutkan dan menyempurnakan," terang menteri Wihaji.

Dalam mengemban tugas dan fungsi yang diberikan sebagaimana termaktub dalam Peraturan Presiden No. 180 Tahun 2024, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menelurkan lima program

'quick win'. Yakni, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan (Gate), AI SuperApps tentang Keluarga, dan Lansia Berdaya.

Dalam pertemuan yang dihadiri para pimpinan tinggi pratama Kemendukbangga/BKKBN, menteri Wihaji juga menyoroti program Gate yang dinilai saatnya untuk mendapat perhatian lebih. "Leadership generasi zilenia sekarang lebih dipengaruhi kaum ibu karena ayah sibuk di luar mencari nafkah. Padahal kehadiran ayah dibutuhkan di usia anak 0-12 tahun. Sementara di usia anak 12-18 tahun, kehadiran ayah sebagai teman," urai menteri, yang kemudian berinisiasi menelurkan program Gate saat mulai menjabat.

"Kehilangan sosok ayah, lumayan pengaruhnya. Karena itu, ini juga menjadi bagian dari tantangan transisi negara kita," ujar menteri, seraya mengingatkan pentingnya juga memberdayakan kaum lanjut usia (lansia) yang jumlahnya semakin meningkat seiring meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia menjadi 74,1 tahun.

"Selama ini (terkait pemberdayaan lansia) negara belum hadir. Jika tidak diberdayakan akan menjadi masalah baru. Untuk itu, kami menghadirkan seolah lansia, di mana 2.882 siswa/i S1 hingga S3 sekolah lansia telah kami wisuda beberapa waktu lalu," tutur menteri. Program utama sekolah informal itu, menurut menteri, adalah 'healing' untuk menciptakan lansia yang bahagia, mandiri dan produktif.

Sementara menjawab pertanyaan adanya 71 ribu perempuan berkeinginan "childfree", menteri Wihaji hanya berujar bahwa fenomena itu tidak perlu terlalu diresahkan. "Saya meyakini kultur Indonesia beda. Itu hanya sebuah keinginan saja," ujarnya.

Pada bagian lain penjelasannya, menteri Wihaji juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menghitung seberapa efektif dan efisien Kemendukbangga/BKKBN membantu negara dalam hitungan kapital. "Program kita sangat membantu negara dalam membangun program Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Berapa (nilainya) ketika ini terkendali, itu yang sedang kami hitung," urai menteri, yang melihat penanganan kependudukan dan pembangunan keluarga sangat berkaitan dengan investasi manusia.

"Ini kekuatan luar biasa. Dari sinilah (kependudukan dan pembangunan keluarga) negara akan ditata. Walau menata negara lumayan rumit, tapi bisa ditata, dan sudah bisa diketahui dari sekarang proyeksi kependudukan ke depan. Jadi, pembangunan itu semestinya harus berwawasan kependudukan," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement