Rabu 01 Jan 2025 13:25 WIB

Akademisi Sebut Metode OCCRP yang Nominasikan Jokowi Pemimpin Terkorup tak Ilmiah

OCCRP disebut menggunakan metode polling.

Warga menyambut Jokowi (ilustrasi).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Warga menyambut Jokowi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Bung Karno, Faisyal Chaniago, memberikan tanggapan terkait laporan yang mengategorikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia.

Menurutnya, penilaian yang dilakukan oleh Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) perlu diselidiki lebih lanjut. Dia mengingatkan, metodologi yang digunakan oleh lembaga tersebut tidak valid dan tidak berbasis pada data hukum yang sahih.

Baca Juga

Faisyal menyoroti metode yang digunakan OCCRP dalam menilai seorang pemimpin negara, yang menurutnya sangat meragukan.

"Berdasarkan informasi yang saya temukan, metode yang digunakan oleh OCCRP tidak berbasis pada data hukum dan fakta. Mereka menggunakan pendekatan polling melalui Google Form, yang jelas-jelas tidak ilmiah," ungkap Faisyal.

Menurutnya, penggunaan platform seperti Google Form untuk polling merupakan metode yang tidak tepat untuk menilai sebuah fenomena besar seperti korupsi, yang memerlukan analisis mendalam dan validitas data yang kuat.

Faisyal juga mengkritik konsep yang digunakan oleh OCCRP dalam memberikan penilaian terhadap pemimpin-pemimpin dunia. Ia berpendapat bahwa lembaga tersebut membuat indikator-indikator sendiri mengenai apa yang dimaksud dengan "korupsi" tanpa adanya data dan fakta yang jelas.

"OCCRP membuat indikator sendiri tentang makna korupsi. Kalau semua lembaga bebas membuat variabel-variabel untuk menyusun konsep, maka akan melahirkan konsep-konsep yang bias dan salah," tegasnya.

Dia menambahkan, apabila konsep ini terus dipakai tanpa keilmiahan yang jelas, maka bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan politis.

"Konsep tersebut bisa dipakai oleh orang atau lembaga tertentu dengan niat yang tidak baik, misalnya untuk menyerang tokoh atau pemimpin yang tidak mereka sukai," lanjut Faisyal.

Faisyal juga menilai bahwa salah satu variabel yang digunakan oleh OCCRP, yakni "menjarah sumber daya alam", sangat bias. Menurutnya, jika variabel ini digunakan untuk menilai korupsi, maka banyak pemimpin negara industri yang juga seharusnya masuk dalam kategori pemimpin terkorup.

"Jika variabel ini yang digunakan, maka banyak pemimpin negara-negara industri yang sudah merusak lingkungan dan mengeksploitasi sumber daya alam, yang seharusnya juga bisa dikategorikan sebagai pemimpin korup. Kenapa OCCRP tidak memasukkan presiden negara-negara Eropa dan Amerika yang sudah nyata merusak lingkungan?" kritik Faisyal.

Ia menekankan bahwa penggunaan indikator semacam ini dapat merugikan banyak pihak, terutama jika dilihat dari perspektif global yang lebih luas.

Faisyal menilai bahwa laporan OCCRP terhadap Jokowi sebagai pemimpin terkorup perlu dikaji lebih dalam, baik dari sisi metodologi yang digunakan maupun variabel-variabel yang diangkat. Ia mengimbau agar semua pihak tidak langsung mempercayai penilaian tersebut tanpa mempertimbangkan konteks yang lebih luas dan fakta yang lebih objektif.

Menurutnya, situasi ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang lebih kritis terhadap sumber-sumber informasi yang ada, terutama dalam ranah politik global yang sering kali dipenuhi dengan agenda tersembunyi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement