REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walapun tidak bisa melihat, Abdullah bin Ummi Maktum memiliki kepekaan terhadap jalannya waktu. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang menyandang disabilitas netra ini dapat mengetahui masuknya waktu shalat dengan tepat.
Karena itu, Rasulullah SAW membolehkannya untuk mengumandangkan azan, yakni bilamana Bilal bin Rabah berhalangan. Atau, ketika bulan Ramadhan misalnya, azannya Ibnu Ummi Maktum jadi pertanda telah masuknya waktu subuh, sedangkan azannya Bilal menandakan masih bolehnya kaum Muslimin makan sahur.
Semangat Ibnu Ummi Maktum dalam beribadah didasari niat ikhlas lillahi Ta’ala. Allah pun meridhai langkah-langkahnya yang menuju kebajikan. Hal itu tersirat dalam perkataan Rasul SAW ketika berjumpa dengannya, “Selamat datang wahai orang yang dititipkan Tuhanku untuk diperlakukan dengan baik.”
Pernah beliau bertanya kepadanya, “Sejak kapan engkau kehilangan penglihatan?”
“Sejak kecil, ya Rasulullah,” jawab Ibnu Ummi Maktum.
Kemudian, Nabi SAW bersabda, “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil penglihatan hamba-Ku, maka tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali surga.’”
Menghadapi teguhnya iman sang sahabat Nabi, iblis sampai-sampai kehabisan akal. Biasanya, musuh Allah itu amat gemar merintangi Muslimin yang hendak berjamaah di masjid dengan pelbagai bujuk rayu. Namun, makhluk itu justru “menolong” Ibnu Ummi Maktum dalam perjalanan ke Masjid Nabawi.
Dikisahkan, sang sahabat dihampiri seorang pemuda saat sedang berjalan menuju masjid. Remaja tersebut dengan sangat hati-hati menuntunnya sehingga perjalanan ke Masjid Nabawi tidak terkendala satu kerikil pun. Sesampainya di tujuan, Ibnu Ummi Maktum tidak hanya berterima kasih kepada penolongnya itu. Ia pun ingin mendoakannya.
View this post on Instagram
“Tolong sebutkan namamu,” kata Ibnu Ummi Maktum.
“Lebih baik tidak perlu kusebutkan,” kata si pemuda.
Tiga kali sahabat Rasul itu mengajukan permintaan. Namun, jawaban yang sama pun disampaikan oleh lelaki penolong tersebut. Ibnu Ummi Maktum kemudian berkata, “Jika demikian sikapmu, cukuplah sampai di sini saja engkau menuntunku ke masjid. Aku tidak mau engkau menolongku lagi karena engkau tidak mau didoakan.”