Kamis 23 Jan 2025 17:59 WIB

Menteri PPPA NIiai Aturan Poligami dan Perceraian ASN Jakarta Dikaji Ulang

Dalam perumusan peraturan pemda diniai perlu mengutamakan perspektif gender.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Qommarria Rostanti
Pernikahan (ilustrasi). Pemprov DKI Jakarta diminta mengkaji ulang  penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.
Foto: Dok. Republika
Pernikahan (ilustrasi). Pemprov DKI Jakarta diminta mengkaji ulang penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mendorong Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk mengkaji ulang penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian untuk para aparatur sipil negara (ASN) Jakarta. Arifah mengatakan dalam perumusan peraturan mestinya pemerintah daerah mengutamakan perspektif gender.

Menurut dia, keterlibatan banyak pihak untuk memberikan pandangan atas kebijakan yang akan diterbitkan juga harus menjadi perhatian agar tidak menuai pro dan kontra. "Kami menilai perlu adanya pengkajian kembali terkait urgensi dari pergub tersebut," kata Arifah saat bertemu perwakilan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, di Kantor Kementerian PPPA, Kamis (23/1/2025)

Baca Juga

Arifah mengingatkan masih banyak permasalahan terkait perempuan dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak yang lebih mendesak dibandingkan dengan implementasi pergub ini. "Jika kita melihat per pasalnya, masih banyak penggunaan diksi yang kurang baik, misalnya saja 'bekas istri' yang seolah tidak ada penghormatan dan penghargaan kepada perempuan dalam Pergub tersebut," ujar Arifah.

Arifah meminta pemerintah daerah memiliki pemahaman perspektif gender dalam perumusan kebijakan. Jika pembuat kebijakan dan pengambil keputusan tidak memahami dan mengutamakan konsep tersebut, maka akan melahirkan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan.

"Penting bagi Pemprov DKJ untuk lebih mendalami isu gender dalam membuat peraturan dan kebijakan terutama terkait perempuan dan anak," ujar Arifah.

Arifah menyebut Pemprov Jakarta menjadi benchmarking bagi daerah lainnya di Indonesia dalam hal kebijakan dan peraturan daerah. Sehingga Arifah khawatir kebijakan ini ditiru Pemda lain.

"Saat ini masih menjadi role model bagi daerah lain. Kami tidak ingin hal-hal seperti ini kemudian membuat perempuan semakin terpuruk, padahal kita semua disini sudah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk harkat dan martabat perempuan Indonesia," ujar Arifah.

Plt Asisten Setda bidang Kesejahteraan Rakyat Pemprov DKJ, Suharini Eliawati, mengungkapkan munculnya Pergub DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus perceraian yang melibatkan ASN. Sepanjang 2024, ada sekitar 116 kasus perceraian di kalangan ASN. Oleh karena itu, Pergub Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 ini dibuat sebagai salah satu upaya mempertegas hukum mengatur proses kawin cerai ASN.

"Kita perlu menyamakan persepsi mengenai Pergub DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 ini. Pergub ini dibuat karena keprihatinan kami mengenai angka cerai yang tinggi pada ASN di Jakarta. Setiap kasus perceraian pasti memiliki dinamika tersendiri. Namun, banyak kasus perceraian yang membuat hak mantan istri dan anak diabaikan begitu saja usai bercerai," ujar Suharini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement