REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Militer Israel melanggar janji gencatan senjata di Lebanon Selatan dengan menolak mundur dari wilayah tersebut pada hari ke-60. Mereka menembak dan membunuh 15 warga Lebanon yang bersikeras pulang ke rumah mereka di selatan.
15 yang ditembak mati Israel itu bagian dari ribuan orang mencoba kembali ke rumah mereka, bentuk perlawanan terhadap perintah militer Israel. Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan 15 orang syahid dan 83 lainnya terluka di sejumlah lokasi di selatan, akibat serangan Israel terhadap warga ketika mereka mencoba memasuki kota-kota yang masih diduduki.
Pejabat tinggi PBB di Lebanon dan kepala pasukan penjaga perdamaian PBB di selatan mengatakan kondisi “belum siap” untuk kembalinya warga Lebanon dengan aman ke desa-desa dekat perbatasan.
Surat kabar Israel Israel Hayom mengatakan Israel memutuskan untuk tetap berada di Lebanon selatan melampaui periode penarikan 60 hari yang ditentukan dalam gencatan senjata.
Israel telah ratusan kali melanggar perjanjian tersebut. Kegagalan untuk menarik diri dalam waktu 60 hari akan menjadi pelanggaran lain terhadap perjanjian gencatan senjata yang didukung AS dan Perancis yang dicapai pada tanggal 27 November antara Lebanon dan Israel.
Sejak gencatan senjata, Hizbullah telah berhenti meluncurkan roket ke Israel dan Israel telah menghentikan pemboman tanpa henti di pinggiran kota Beirut, Lembah Bekaa timur, dan selatan.
In a display of resilience and defiance, a Lebanese woman stands firm in front of an Israeli tank as residents attempt to return to their towns in the south of the country, after the expiration of the 60-day deadline, despite the Israeli occupation forces not withdrawing. pic.twitter.com/hwc7QCn3Gb
— Quds News Network (QudsNen) January 26, 2025
Namun pasukan Israel masih berada di selatan, meledakkan dan menghancurkan rumah-rumah dan infrastruktur lainnya. Mereka juga mencegah orang kembali ke rumah mereka di wilayah selatan, menembaki warga Lebanon, dan membunuh sedikitnya 33 warga Lebanon dalam sebulan terakhir.
Merujuk Aljazirah, Israel seharusnya menarik pasukannya dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari sejak tanggal 27 November, untuk digantikan oleh pasukan UNIFIL, diikuti oleh tentara Lebanon.
Namun Israel mengklaim bahwa persenjataan Hizbullah yang ekstensif di selatan dan upaya mereka untuk membangun kembali mungkin membuat mereka “mempertimbangkan kembali” batas waktu penarikan.
Tidak ada mekanisme untuk menegakkan kesepakatan gencatan senjata selain memulai kembali peperangan. Sumber di kedutaan negara Barat mengatakan kepada Al Jazeera bahwa satu-satunya jaminan implementasi adalah janji AS bahwa Israel akan menaatinya..
Orang-orang di Lebanon selatan telah mengungsi dari rumah mereka selama lebih dari setahun. Mereka yakin militer Israel seharusnya mundur sesuai dengan perjanjian gencatan senjata setelah batas waktu 60 hari berlalu.
Beberapa dari pengungsi mencoba maju menuju desa mereka di Kfar Kila. Namun, pasukan Israel ditempatkan hanya beberapa meter jauhnya dan mereka menggunakan tembakan langsung.
Ada nuansa perlawanan di antara masyarakat Lebanon, namun tentara Israel juga bersikap konfrontatif. Tentara Lebanon berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah orang-orang kembali, memperingatkan penduduk untuk tidak datang ke Lebanon selatan.
Militer Israel mengklaim mereka perlu tinggal lebih lama di Lebanon karena tentara Lebanon tidak melakukan tugasnya untuk memastikan senjata Hizbullah dilucuti dan infrastruktur militernya dibongkar di Lebanon selatan. Israel mengatakan jumlah pasukan Lebanon di lapangan tidak mencukupi dan menuduh Hizbullah masih ada di sana. Belum ada konfirmasi independen mengenai klaim tersebut.
Pasukan Israel terus melakukan serangan di Lebanon selatan pada Sabtu malam, dengan “pemboman hebat” dan “ledakan besar” dilaporkan masing-masing terjadi di kota Kfar Kila dan Meiss el-Jabal, menurut Kantor Berita Nasional (NNA).
Footage documents the moment Israeli occupation forces opened fire on Lebanese civilians as they attempted to return to their towns in southern Lebanon. pic.twitter.com/jxX9X6DlNz
— Quds News Network (QudsNen) January 26, 2025
Presiden Prancis berbicara dengan Presiden Lebanon, Joseph Aoun, tentang “kekhawatiran bersama” mengenai tenggat waktu perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, menurut pernyataan dari kantor Emmanuel Macron.
Seruan itu muncul setelah Israel mengumumkan tidak akan menarik diri dari Lebanon selatan pada hari Senin sebagaimana diatur dalam perjanjian gencatan senjata.
Macron juga mengatakan Israel dan Hizbullah harus menghormati komitmen mereka “sesegera mungkin” untuk memastikan bahwa Lebanon mendapatkan kembali “kedaulatan atas seluruh wilayah”.
Israel dimaksudkan untuk menarik pasukannya sepenuhnya dari Lebanon selatan dalam waktu 60 hari setelah penandatanganan perjanjian dengan Hizbullah, yang ditengahi oleh AS dan Prancis.
Namun kantor Perdana Menteri Israel mengatakan pada hari Sabtu bahwa mereka tidak akan memenuhi tenggat waktu, sementara The Times of Israel melaporkan Gedung Putih telah menyerukan “perpanjangan jangka pendek dan sementara”.