Selasa 04 Feb 2025 10:14 WIB

Ombudsman RI Ingatkan Menteri Nusron Soal Aturan Plasma 30 Persen

Ada sejumlah regulasi yang mengatur kewajiban plasma 20 persen bagi pemegang HGU.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Foto: Republika.co.id
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN) yang akan mewajibkan aturan baru plasma sebesar 30 persen bagi perusahaan yang mengajukan pembaruan hak guna usaha (HGU) selama 35 tahun menuai kontroversi. Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai, kebijakan tersebut berpotensi malaadministrasi karena melanggar ketentuan yang berlaku.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyampaikan, seharusnya Kementerian ATR/BPN patuh pada aturan yang ada. "Undang-undangnya diubah, misalnya undang-undangnya maunya 30 persen 40 persen, monggo. Kalau undang-undangnya mengatakan 20 persen ya harus 20 persen," kata Yeka dalam keterangannya kepada wartawan di Kantor Ombudsman Jakarta pada Senin (3/2/2025).

Baca Juga

Ada sejumlah regulasi yang mengatur kewajiban plasma 20 persen bagi pemegang HGU dalam industri sawit. Salah satunya adalah Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Merujuk Pasal 58 UU Cipta Kerja disebutkan, "Perusahaan perkebunan yang mendapatkan perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari: (a) area penggunaan lain yang berada di luar hak guna usaha; dan/atau (b). areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar seluas 2o% (dua puluh persen) dari luas lahan tersebut."

Adapun, regulasi lainnya terkait hal tersebut juga tertera pada Permentan Nomor 26 Tahun 2007, Pasal 11 Ayat 1; Permentan Nomor 98 Tahun 2013, Pasal 15 Ayat 1; dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Pasal 58. Menurut Yeka, boleh saja Menteri ATR/BPN Nusron Wahid akan menerapkan rencana tersebut untuk kepentingan petani.

Namun, yang perlu diingat adalah tetap harus mengacu aturan yang ada. "Malaadministrasi itu berarti," ucap Yeka. Jika hal itu diberlakukan maka bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Karena itu, sebelum diimplementasikan, kebijakan 30 persen plasma tersebut sebaiknya dibicarakan dulu secara cermat di internal pemerintahan.

Dia pun menengarai implementasi kewajiban plasma 20 persen bagi pemilik HGU belum terealisasi secara baik. "Yang (kewajiban plasma) 20 persen sudah dievaluasi belum? Jangan-jangan yang 20 persen belum dievaluasi. Kalau 30 persen (diterapkan) nanti timbul masalah. Niatnya baik untuk masyarakat nanti akhirnya malah fire back," ucap Yeka.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI pada Kamis (30/1/2025), Menteri ART/ Kepala BPN Nusron Wahid menyampaikan sejumlah rencana kebijakannya untuk mengatur dan menata industri sawit. Nusron menjelaskan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Kementan untuk melakukan penataan pemberian hak, baik pertama kali, perpanjangan, dan pembaruan HGU untuk mengedepankan prinsip keadilan.

Menteri Nusron menyebut alokasi 20 persen lahan plasma kini hanya berlaku untuk pemberian HGU tahap pertama selama 35 tahun, dan perpanjangan HGU tahap kedua untuk 25 tahun selanjutnya. Bagi pemegang izin yang mengajukan pembaruan HGU, kewajiban plasma ditambah menjadi 30 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement