Selasa 15 Jul 2025 17:51 WIB

Pakar IPB Soroti Status Hukum Lahan Perkebunan Sebelum 2016

Yang dibutuhkan adalah dukungan dari pemerintah untuk merapikan sistem perizinan.

Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menyegel lahan sawit seluas 47 ribu hektare di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan Kabupaten Padang Lawas (Palas), Sumatra Utara, Jumat (25/4/2025).
Foto: Puspen TNI
Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) menyegel lahan sawit seluas 47 ribu hektare di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan Kabupaten Padang Lawas (Palas), Sumatra Utara, Jumat (25/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketidakpastian status hukum lahan perkebunan bisa berdampak langsung terhadap iklim investasi dan stabilitas perekonomian nasional. Karena itu, penyelesaian legalitas perusahaan perkebunan yang beroperasi sebelum 2016, terutama yang sudah mengantongi izin usaha, perlu dilakukan secara sistematis dan proporsional. 

Kepala Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Budi Mulyanto mengatakan, mereka tidak serta merta dianggap pelanggaran, meski belum memiliki hak guna usaha (HGU). Langkah itu merupakan langkah afirmatif dari pemerintah untuk terus membenahi sistem perizinan secara menyeluruh.

Baca Juga

Menurut Budi, penegasan itu sejalan dengan pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang merujuk Pasal 42 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Dia menerangkan, sebelum 2016, sistem perizinan di sektor perkebunan masih bersifat sektoral dan belum terintegrasi. Izin lokasi, IUP, dan HGU masing-masing berada di bawah kewenangan institusi yang berbeda dan tidak selalu berjalan secara berurutan di lapangan.

"Kondisi di lapangan tidak selalu ideal. Banyak perusahaan yang sudah melakukan pembukaan lahan dan menanam karena sudah mengantongi IUP dan izin lokasi, namun belum memiliki HGU karena kendala administratif atau teknis," jelas Budi dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Karena itu, kata dia, ketidaktertiban administratif semacam itu tidak seharusnya menjadi masalah hukum terhadap pelaku usaha sebelum tahun 2016. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah dukungan dari pemerintah untuk terus merapikan sistem perizinan, memperkuat koordinasi antarinstansi, dan memberikan ruang penyelesaian legalitas secara sistematis.

Sebelumnya, Menteri Nusron Wahid menegaskan, sesuai UU Perkebunan, khususnya Pasal 42 yang mengatur perusahaan perkebunan yang telah memiliki izin usaha, tidak serta merta dianggap melanggar hukum meski belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). "Kalau ada kebun sawit belum di-HGU pemerintah akan bersikap proporsional. Kalau kebun sawit itu berdiri sebelum tahun 2016 atau sebelum 2017, bisa jadi tidak salah perusahaannya," ujar Nusron.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement