REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Rencana Presiden Amerika Donald Trump untuk mencaplok Gaza menuai respons negatif dari berbagai pihak di dunia. Hal tersebut menandakan Amerika menempuh jalan yang terlarang karena mengancam keberlangsungan Palestina sebagai bangsa merdeka.
Juru bicara Hamas Abdel Latif al-Qanou juga mengecam usulan Trump, dan memperingatkan bahwa usulan tersebut merupakan bagian dari skema yang lebih luas untuk "menghancurkan perjuangan Palestina."
"Ini adalah upaya putus asa untuk menghapus tujuan mulia kami," katanya, seraya menyebut retorika Trump "berbahaya" dan sejalan dengan agenda pemerintah sayap kanan "Israel" .
Al-Qanou menegaskan bahwa warga Palestina tidak akan pernah menerima pemindahan paksa dari tanah air mereka. "Orang-orang yang telah bertahan dari serangan militer paling brutal selama 15 bulan, menghadapi tentara paling mematikan di dunia, tidak akan menyerah," katanya. "Tidak peduli berapa pun biayanya, mereka akan tetap teguh di tanah mereka."
Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour menegaskan kembali komitmen Palestina terhadap tanah air mereka, menolak segala usulan relokasi dan secara tidak langsung menolak usulan Presiden AS Donald Trump .
"Tanah air kami adalah tanah air kami. Jika sebagian darinya hancur—Jalur Gaza—rakyat Palestina memilih untuk kembali ke sana," kata Mansour.
Berbicara di Perserikatan Bangsa-Bangsa, ia tidak secara langsung menyebut nama Trump, tetapi menegaskan penolakannya terhadap usulan tersebut, dengan menekankan, "Negara dan rumah kami adalah Jalur Gaza, bagian dari Palestina. Kami tidak punya rumah. Bagi mereka yang ingin mengirim mereka ke tempat yang menyenangkan dan menyenangkan, biarkan mereka kembali ke rumah asal mereka di Israel. Ada tempat-tempat yang menyenangkan di sana, dan mereka akan senang untuk kembali ke tempat-tempat ini."