REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan tak menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Krsitiyanto. Hakim tunggal Djuyamto menegaskan, permohonan praperadilan yang diajukan Hasto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak dapat diterima.
Bahkan Djuyamto, dalam putusannya menegaskan, permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto bersama tim kuasa hukumnya tak jelas. Sehingga, status tersangka Hasto oleh KPK menjadi sah.
"Mengadili: Mengabulkan eksepsi dari termohon (KPK),” begitu kata Hakim Djuyamto saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Kamis (13/2/2025). "Dua: menyatakan permohonan praperadilan pemohon (Hasto) kabur atau tidak jelas," sambung Djuyamto.
Selain itu, Djuyamto dalam putusannya menegaskan, praperadilan harus ditolak. "Menyatakan permohonan praperadilan pemohon (Hasto) tidak dapat diterima," ucap Djuyamto dalam putusannya.
Sehingga Hasto, sebagai pemohon yang tak diterima permohonan praperadilannya dibebankan biaya penanganan perkara. "Membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil," ujar Djuyamto.
Praperadilan yang diajukan oleh Hasto sebetulnya terkait dengan status hukumnya sebagai tersangka oleh KPK. Penyidik KPK menjerat Hasto sebagai tersangka terkait dengan dua kasus.
Kasus pertama menyangkut soal dugaan pemberian suap dan gratifikasi terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan terkait pergantian antarwaktu anggota fraksi PDIP di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Harun Masiku. Kasus kedua yang menjerat Hasto, juga menyangkut soal perintangan penyidikan.