Kamis 20 Feb 2025 20:59 WIB

Efisiensi di Kementerian HAM Disorot, Hanya Sisakan 20,5 Persen Anggaran untuk Program HAM

Pusham UII menyentil besarnya anggaran Kementerian HAM untuk kegiatan non-program.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai di Istana Kepresidenan Jakarta.
Foto: Republika.co.id/Erik Purnama Putra
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai di Istana Kepresidenan Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) menyentil besarnya anggaran Kementerian HAM untuk kegiatan non-program. Pusham UII mengingatkan agar Kementerian HAM lebih baik fokus pada program yang menyentuh masyarakat.

Direktur Riset dan Publikasi Pusham UII Despan Heryansyah mengatakan anggaran Kementerian HAM memang harusnya besar. Hal ini guna menunjukkan keberpihakan pada masalah-masalah HAM dengan keberpihakan anggaran yang tinggi.

Baca Juga

"Tapi anggaran yang besar itu, harusnya diperuntukkan bagi program pemenuhan HAM, termasuk pendampingan korban pelanggaran HAM," kata Despan kepada Republika, Kamis (20/2/2025).

Pusham UII mengamati anggaran yang dialokasikan Sekjen Kementerian HAM justru minim untuk program HAM. Dalam dokumen yang diterima Republika, total pagu anggaran tahun 2025 yang tersedia bagi Kementerian HAM sebesar Rp. 174.322.223.00. Sebanyak 79,5 persen dari total pagu anggaran (sekitar Rp 138 miliar) justru dihabiskan untuk program dukungan manajemen. Sehingga hanya tersisa 20,5 persen (sekitar Rp 35 miliar) dari total pagu anggaran untuk Program Pemajuan dan Penegakan HAM yang sebenarnya menjadi kerja utama Kementerian HAM.

Secara rinci terkait program dukungan manajemen itu, Sekjen Kementerian HAM memasukan anggaran sebesar 79 Miliar untuk renovasi gedung. Padahal dalam pantauan Republika, gedung Kementerian HAM masih dalam kondisi layak luar dalam dimana tidak terlihat adanya kerusakan.

Bahkan Sekjen KemenHAM turut mengajukan anggaran meubel sebesar 11 Miliar. Lalu untuk kegiatan seremonial seperti Peringatan Hari HAM menelan biaya Rp 3 miliar.

"Kalau kita baca perencanaan anggaran kementerian HAM, arahnya belum kesana. Baru sebatas atribut dan seremonial semata," ujar Despan.

Kondisi inilah yang menjadi ironis di saat Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan efisiensi anggaran. Kebijakan penganggaran tersebut seakan membuat Kementerian HAM fokus bersolek diri ketimbang memberikan manfaat pada rakyat.

"Terkait dengan besarnya anggaran Kementerian HAM ini menunjukkan ironi yang serius, tampak betul pendekatan pemerintah dalam membangun negara adalah dengan memperkuat negara meski meninggalkan rakyat," ujar Despan.

Oleh karena itu, Pusham UII mendorong Kementerian HAM meninjau ulang pengalokasian anggaran agar menyentuh hal-hal bermanfaat bagi masyarakat. Pusham UII menyarankan setidaknya Kementerian HAM mengalokasikan dana yang sama besarnya untuk program pemenuhan HAM masyarakat.

"Sebetulnya tidak salah, kalau saja diimbangi juga dengan alokasi anggaran yang setara dengan pemenuhan HAM," ujar Despan.

Diketahui, anggaran 'fantastis' Kementerian HAM diajukan di tengah anggaran penegakan HAM oleh Komnas HAM yang tergolong prihatin. Pada 2024, realisasi anggaran Komnas HAM untuk penegakan HAM sebesar Rp11,7 miliar. Tapi pada tahun 2025 ini setelah rekonstruksi, Komnas HAM hanya bisa memiliki alokasi sebesar Rp1,2 miliar. Dengan begitu, anggaran meubel Kementerian HAM hampir sembilan kali lipat anggaran penegakan HAM bagi Komnas HAM.

Atas ketimpangan anggaran yang begitu jauh ini, Menteri HAM Natalius Pigai mengajukan pembelaan diri. Pigai menyatakan kewenangan Komnas HAM sesungguhnya Pemantauan dan Mediasi Kasus. Apabila Komnas HAM menentukan anggaran penanganan Kasus SIPOL dan EKosob untuk 1 tahun jumlahnya 100 kasus dengan perincian biaya pemantauan 1 kasus sebesar Rp. 40 juta maka cukup dengan 5 miliar per tahun.

"100 kasus dalam 1 tahun itu bisa hadirkan keadilan bagi rakyat dan bisa selesaikan banyak kasus HAM seperti contoh: PIK2 atau Kasus Siswa di Semarang, khususnya kekerasan aktor negara dan swasta," kata Pigai kepada Republika, Ahad (16/2/2025).

Pigai beralasan tugas Komnas HAM bukan sosialisasi, pendidikan atau susun regulasi. Mantan Komisioner Komnas HAM itu menyebut tugas utama Komnas HAM ialah mengawasi pembanguan HAM oleh pemerintah dan swasta serta memastikan agar proses hukum di peradilan secara objektif, profesional, imparsial.

"Oleh karena itu saya tegaskan tidak ada alasan menyalahkan Pemerintah, apalagi pakai alasan akibat efisiensi. Efisiensi tidak hanya Komnas HAM namun semua instansi pusat dan daerah," ujar Pigai.

photo
Komik Si Calus : Efisiensi - (Daan Yahya/Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement