REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam penyidikan korupsi tata kelola dan ekspor-impor minyak mentah di PT Pertamina 2018-2023. Salah-satu yang diumumkan sebagai tersangka, pada Senin (24/2/2025) adalah Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga.
Peningkatan status hukum oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana (Jampidsus) tersebut, juga turut menjerat Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International. Serta Yoki Firnandi (YF) tersangka selaku Dirut PT Pertamina Shipping. Juga Agus Purwono (AP) yang dijerat tersangka atas perannya selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina International.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan, empat tersangka lainnya adalah pihak swasta. Di antaranya MKAN selaku benefit official atau pemilik manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa, DW tersangka selaku Komosaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim. Terakhir adalah YRJ yang ditetapkan tersangka atas perannya sebagai Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
"Berdasarkan alat-alat bukti yang cukup tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menetapkan ketujuh orang tersebut sebagai tersangka," kata Qohar di Gedung Kartika, Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025). Kecukupan alat bukti tersebut kata Qohar, berupa hasil pemeriksaan terhadap 96 saksi dan dua ahli yang sudah diperiksa oleh tim penyidik kejaksaan sejak Oktober 2024.
Abdul Qohar mengatakan, setelah diumumkan sebagai tersangka, ketujuh tersangka tersebut dijebloskan ke sel tahanan. Penahanan dilakukan sepanjang 20 hari terhitung 24 Februari 2025. Dan penahanan dilakukan untuk mempercepat berkas penyidikan perkara.
Abdul Qohar menerangkan kasus yang menjerat ketujuh orang sebagai tersangka itu terkait dengan korupsi dalam tata niaga, dan ekspor-impor minyak mentah oleh PT Pertamina. Dikatakan olehnya, juga terkait dengan manipulasi kualitas bahan bakar minyak dalam pemenuhan kebutuhan bahan bakar di dalam negeri. Dari penghitungan sementara, kata Abdul Qohar nilai kerugian negara pada kasus tersebut mencapai Rp 193,7 triliun sepanjang 2018-2023.