Jumat 14 Mar 2025 10:58 WIB

Kisah Sahabat yang Khilaf dan Diampuni Rasulullah

Ka'ab bin Malik absen dalam Perang Tabuk, padahal tak punya uzur syar'i.

Ilustrasi Sahabat Nabi.
Foto: Republika
Ilustrasi Sahabat Nabi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada sekitar 80 orang Madinah yang tidak berangkat dalam Perang Tabuk pada bulan Rajab tahun kesembilan Hijriyah. Kebanyakan mereka adalah kaum munafik yang enggan memperjuangkan Islam. Namun, ternyata ada seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang juga ikut absen. Dialah Ka'ab bin Malik.

Bagaimana bisa Ka'ab tertinggal rombongan pasukan Muslim? Semua itu berawal dari keteledoran penyair Muslim tersebut dalam menata waktunya.

Baca Juga

Ka'ab menceritakan, Rasulullah SAW dan rombongan pasukan Muslim berangkat dari Madinah ketika suasana masih rindang. Saat itu, kaum Muslimin semua sudah dalam kondisi siap-sedia. Sementara, Ka'ab dan segelintir lelaki Madinah lainnya masih belum mempersiapkan diri.

Ka'ab bercerita, "Waktu itu (masa menjelang keberangkatan Perang Tabuk --Red), aku berpikir bisa melakukannya (bersiap ke medan perang) kapan pun aku mau. Sementara, orang-orang terus berbenah dengan serius.

Pada pagi harinya, Rasulullah SAW dan kaum Muslimin yang bersama beliau berangkat perang. Adapun diriku belum melakukan persiapan apa-apa."

Keengganan itu berlangsung sekitar tiga hari berturut-turut. Maka, laki-laki yang tersisa di Madinah hanyalah dari kalangan lansia, kaum munafik yang memang benci berjuang di jalan Allah, dan orang-orang yang hatinya terombang-ambing, seperti Ka'ab bin Malik. Padahal, saat itu Ka'ab baru saja membeli hewan tunggangan baru sehingga tidak bisa dikatakan memiliki uzur.

Singkat cerita, Perang Tabuk usai dan pasukan Muslimin yang dipimpin Rasulullah kembali ke Madinah. Seperti biasa, sepulang dari pertempuran, Rasul mengumpulkan kaum Muslimin di masjid. Ketika itulah mereka yang urung ikut Perang Tabuk mendatangi Rasulullah untuk menuturkan alasan-alasannya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Ka'ab mengenang jelas peristiwa itu. Dia merasa bisa saja berdalih macam-macam di hadapan Rasulullah SAW dan jamaah. Namun, kesedihan merundung dirinya.

"Hilanglah dari diriku segala pikiran yang batil hingga aku benar-benar mengetahui bahwa aku tidak akan selamat dari beliau dengan cara dusta selamanya. Maka aku bertekad bersikap jujur kepada beliau," kenang Ka'ab.

Ka'ab menuturkan, saat melihat wajah Rasulullah tersenyum dengan senyuman orang yang marah. Rasul berkata, "Kemarilah. Apa yang membuatmu tidak ikut? Bukankah kamu telah membeli kendaraanmu?"

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِذْ اَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوٰى وَالرَّكْبُ اَسْفَلَ مِنْكُمْۗ وَلَوْ تَوَاعَدْتُّمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِى الْمِيْعٰدِۙ وَلٰكِنْ لِّيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ەۙ لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
(Yaitu) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada lebih rendah dari kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(QS. Al-Anfal ayat 42)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement