REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) menyampaikan apresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto atas kebijakan THR untuk para driver ojol. Ia mendorong adanya keadilan dalam kebijakan ini.
Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha menjelaskan pembagian ini perlu mempertimbangkan keaktifan pekerja dan kemampuan finansial perusahaan. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pemberian BHR kepada seluruh mitra terdaftar resmi tanpa memperhatikan tingkat keaktifan. Modantara mempertanyakan keadilan dari kebijakan ini.
“Bayangkan, apakah adil jika mitra yang baru mendaftar kemarin atau baru menyelesaikan satu atau dua order mendapatkan BHR yang sama seperti mitra yang sudah bekerja lebih lama dan lebih produktif?," kata Agung.
Selain itu, Modantara juga mengkritik penetapan perhitungan BHR sebesar 20% dari pendapatan rata-rata bulanan selama 12 bulan terakhir bagi mitra produktif. Kebijakan ini dinilai memberatkan sebagian besar platform. Agung Yudha menjelaskan bahwa tanpa definisi yang jelas terkait “pendapatan bersih,” kebijakan ini justru menimbulkan kebingungan dalam implementasinya.
“Seharusnya pemerintah tidak perlu mendikte besaran persentase. Cukup serahkan kepada perusahaan untuk menyesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing,” tegasnya.
Modantara juga mengingatkan bahwa kebijakan BHR tidak boleh mengurangi manfaat lain yang sudah diberikan perusahaan kepada mitra. Dengan banyaknya tuntutan manfaat yang diamanatkan oleh pemerintah kepada platform, keseimbangan finansial dan keberlanjutan ekosistem dapat terancam jika kebijakan seperti ini terus dipaksakan. Beberapa platform bahkan telah menyatakan ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebijakan ini.
"Memaksakan kebijakan yang tidak realistis berisiko menciptakan masalah lebih besar, termasuk meningkatnya angka pengangguran dan hilangnya peluang ekonomi bagi jutaan masyarakat yang mengandalkan platform digital sebagai sumber penghasilan alternatif,” ujar Agung Yudha.